e l e v e n

444 44 2
                                    

Pagi ini meja makan nampak ramai. Terlihat Seokjin, Yoongi, Namjoon dan Hoseok yang sedang bersiap menyantap sarapan pagi mereka. Terlihat beberapa maid yang juga menyiapkan masing-masing piring dan keperluan mereka lainnya.

"Apa aku tak salah lihat? Kau akan pergi kemana serapi itu?"

Seokjin sedari tadi memperhatikan Yoongi yang berpenampilan agak sedikit berbeda dari biasanya. Yang membuatnya tambah bingung adalah, ini akhir pekan. Biasanya Dongsaeng-nya yang satu ini selalu menghabiskannya dengan tidur.

"Aku dipanggil ke Agensi." Seokjin hanya ber oh ria mendengar jawaban singkat Yoongi.

"Namjoon-ah kau sendiri apa kau akan ikut dengannya?"

Namjoon yang merasa terpanggil pun menoleh dan menatap wajah Seokjin di sampingnya.

"Tentu saja hyung. Pd-nim sepertinya mulai memikirkan prihal comeback Album baru yang kami buat," ujar Namjoon tersenyum cerah.

Seokjin beralih pada Hoseok di depannya, "Hoseok-ah, bagaimana rasanya menjadi mentor dance?"

"Sangat menyenangkan hyung. Tapi juga melelahkan. Tapi aku menyukai pekerjaan ku sekarang ini."

Seokjin menganggukkan kepalanya antusias. Yahh, Hoseok memang barusan di terima di Agensi yang sama dengan Namjoon dan Yoongi. Seokjin diam-diam merasa bangga memiliki dongsaeng yang berbakat seperti mereka.

"Ngomong-ngomong di mana Jungkook?" Tanya Hoseok sambil menoleh ke arah lift.

Tidak ada tanda-tanda Jungkooknya akan datang sedari tadi. Kamar Jungkook memang terletak di lantai dua.

"Di kamar Taetae."

Yoongi yang semula tidak berniat menanggapi ocehan saudaranya di meja makan, langsung mendongak dan menatap Seokjin dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Apa anak itu kambuh lagi?" Sebuah anggukan yang Hoseok terima.

"Kau sudah menelpon eomma dan appa, hyung?"

"Tentu saja Joon. Mereka bilang akan datang agak siang."

Sreett

"Aku selesai," ucap seseorang lalu kemudian meninggalkan meja makan itu  tanpa suara.

"Ada apa dengannya?" tanya Namjoon heran.

"Entahlah, ku rasa Yoongi hyung tidak menyukai topik pembicaraan kita barusan."

"Hm, kau benar Seok-ah."

Semuanya kembali hening setelah kepergian Yoongi tadi. Tapi berbeda dengan Seokjin yang tersenyum kecil. Sambil menatap ke arah mana Yoongi melangkah tadi.

Aku rasa, kau mulai bisa menerima anak itu Yoon. Aku harap, aku bisa menemukan banyak perkembangan ke depannya.-batinnya.

***

"Tae, aku akan berangkat agak siang dan kembali nanti sore. Kau tidak perlu kuliah hari ini. Hoseok- ie hyung sudah memberi tahu pihak kampus, kau akan izin hari ini."

Taehyung hanya mengangguk singkat setelah mendengar ucapan Jimin di depannya. Anak itu masih berada di kasurnya. Duduk dengan menjadikan bantal sebagai sandarannya.

"Terimakasih."

Jimin memicingkan matanya, "Apa? Kau bilang apa?"

Taehyung menatap datar ke arahnya, "Bukan apa-apa."

"Ahaha. Tae, sama-sama. Aku hanya bercanda."

Taehyung tidak mengerti alasan pemuda itu tertawa selepas ini di depannya. Ia mendengus pelan sambil memalingkan wajahnya yang mungkin bersemu merah.

Di antara Jeon's bersaudara, Taehyung paling dekat dan paling sering berinteraksi dengan Jungkook. Hanya Jungkook, entah kenapa yang lain tidak sama.

***

Di lain tempat..

"Sudah dua tahun berlalu semenjak saat itu saeng," lirihnya, namun mampu terdengar oleh lawan bicaranya.

"Apa kau tidak kasihan dengan hyung?"

Pemuda itu tidak bergeming di tempatnya. Netranya menatap kelam ke arah jendela ruang kamarnya.

Yang tertua di sana hanya bisa menghela nafasnya. Sunghoon, pemuda itu sudah terbiasa mendapati kondisi sang adik yang seperti itu.

Setelah pulang dari bekerja paruh waktu di tempat yang dulunya Taehyung bekerja di sana. Sunghoon akan menjumpai sang Adik yang menangis setiap malam dan berakhir membisu di pagi harinya.

Semejak menghilangnya si sulung dalam hubungan saudara antara ketiganya. Tentu saja itu berdampak besar bagi keduanya. Namun, Sunghoon sepertinya salah. Karena di sini, adiknya lah yang paling merasakan dampak itu.

Meskipun tidak bisa menutupi bahwa ia sendiri juga sama terpuruknya. Tapi naluri sebagai hyung selalu menjadikan Sunghoon bisa mengontrol emosinya dan bersikap dewasa.

Baginya, yang perlu diperhatikan lebih itu adiknya. Meskipun Sunghoon, selalu mendapati sang Adik yang akan kembali seperti biasa-biasa saja pada waktu lainnya. Namun, tetap saja. Perasaan cemas selalu singgah dan pergi di hatinya.

Takut, jika kejadian satu tahun lalu terulang.

"Jangan seperti ini, dengarkan hyung."

Sunghoon mengarahkan wajah sang Adik untuk menatapnya. Tatapan kosong itu tanpa sadar mencabik-cabik hatinya. Adiknya sudah berubah, jauh dari kata baik-baik saja setelah mereka berdua kehilangan sosok penopang inti dalam keluarga.

"Ceritakan pada hyung, apapun masalah yang sedang mengganggu pikiranmu arachi? Jangan membuat hyung merasa paling gagal menjagamu di sini."

"Hyung..apa Taetae hyung akan pulang hari ini?"

Alih-alih menjawab, yang lebih muda malah memberi pertanyaan balik yang membuat Sunghoon hanya mampu meneteskan air matanya.

Pertanyaan itu tidak pernah bisa ia jawab. Sejak dua tahun lalu, ia selalu bungkam mengenai pertanyaan adiknya itu.

"Sebaiknya kau istirahat, hyung sudah memberitahu Jungwoon kalau kau tidak bisa masuk kelas hari ini."

Sunoo tanpa banyak bicara hanya mengikuti arahan sang kakak untuk berbaring dan membiarkan Sunghoon menyelimuti tubuhnya yang memang sedang terkena demam.

Akibat menangis semalam..

TBC.

Can You Trust Me Again?(Belum Kelar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang