32 - Suasana Ini

693 32 13
                                    


Syaqila dan Nana mengobrol sepanjang waktu sampai tak terasa matahari ingin berkunjung ke langit lain. "Ya Allah Na, gak berasa ya." Ujar Syaqila yang diangguki Nana. "Aku bener-bener baru tahu loh kalo kamu itu punya kaka, aku kirain kamu anak tunggal. Soalnya nggak pernah aku lihat kamu bareng kaka kamu." Nana tersenyum, sedikit melirik kepada Reza.

"Iya, ka Reza dari kecil sudah tinggal sama kakek dan nenek di Brunei sampai SD."

"Dunia sempit ya, Za." Ujar Syaqilla tiba-tiba.

"Loh, Qil. Kamu kenal sama ka Reza?."

"Enggak sih, Cuma Reza bilang kita teman SMP. Aku nggak ngerti kenapa aku bisa sampe nggak inget. Mungkin kita nggak pernah ngobrol banyak." Ujar Syaqila, Reza masih saja terdiam di tempatnya.

"Hayo, ka. Hutang cerita ya sama aku." Senyum Nana.

"Udahlah, kamu mah ingin tahu aja urusan kaka."

"Yah," "Oh iya Qil, kamu emangnya mau kemana sampai ke sini?"

"Aku sebenernya mau pergi ke rumah saudara aku, oh ya, kamu tau Pesantren ini gak?" Ujar Syaqila. Deg, hati Nana terkejut saat ia membaca tulisan tersebut. Pikiran Nana mengawang, hatinya terhujam. Dengan ragu iya bertanya dengan wajah kagetnya.

"K-kamu mau ada urusan apa kesana?" Syaqila belum bisa menjawab, ia terfokus oleh ekspresi wajah yang ada di hadapannya. Dengan ragu, Syaqila menyanyakan hal yang menggangu fikirannya "Kamu, tahu sesuatu?" Nana mendapat sedikit tamparan di benaknya, iya masih terdiam. "Sudah Na, ayo pulang. Nanti umi nyariin kita." Ucap Reza.

"Oh iya, Qil. Kamu mau nginep dimana?" Tambah Reza.

"Belum tahu, tapi kayaknya aku ingin cari alamat saudaraku." Ucap Syaqilla.

"Sementara, kamu boleh nginep di rumah aku ko, Qil." Ujar Nana.

"Eh, gapapa?" Syaqilla terkejut. "Gapapa, zulfa." Ujar Reza yang menyindir Syaqilla.

Syaqilla mengarahkan matanya tepat ke Reza, "Jangan mulai, Za. Nggak lucu."

"Coba kabarin, Qil. Kabar itu penting, jangan sampai kamu nyesel nanti." Ujar Reza.

"Nyesel?" Ucap Syaqilla tiba-tiba dengan mengerutkan sedikit dahinya. Reza hanya tersenyum tipis. Nana menginterupsi, "Qila, ayo, nanti keburu malam." Ajak Nana kepada Syaqila. Syaqila mengikuti dari belakang kedua saudara itu keluar bandara. "Na, aku aja ya yang nyetir?"

"Emang bisa?" Ujar Syaqila spontan.

"Ngeremehin ya kamu, gini-gini cita-cita aku dulu pengen jadi pembalap tahu."

"Emangnya aku peduli?" Syaqila langsung masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan Reza yang sedang kesal terhadapnya.

***

Ransyah menyulam sedikit demi sedikit kain yang ia pegang, ia teringat dengan Syaqilla yang menginginkan diajarkan menyulam. "Kamu apa kabar, nak? Semoga sehat selalu ya." Suara benda terjatuh mengaburkan aktivitas Ransyah, ia segera berlari ke sumber suara, ternyata suara itu berasal dari Fahriz. Fahriz sudah tergeletak di atas lantai tidak berdaya dengan memegang selembar foto perempuan, siapa lagi kalau bukan Syaqilla.

"Fahriz!" Ransyah histeris dengan keadaan anaknya, ia langsung memanggil abah dan membawa Fahriz ke rumah sakit.

Flashback

Fahriz terus menerus memikirkan bagaimana caranya ia bisa bertemu Syaqilla tanpa sepengetahuan umminya, hatinya sesak, ingin pulang ke rumahnya. Fahriz hanya ingin bertemu Syaqilla meski dari ke jauhan saja. Semakin lama tidak difikirkan, rasa itu pula semakin dalam. Kabar Fatih sudah Khitbah dengan Syaqilla semakin memukul batinnya. Kata ikhlas memang selalu berat di jalankan tidak sejalan dengan mudah kata itu terucap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐇𝐚𝐥𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐦𝐮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang