II

34 6 2
                                    

Chika mengamati kepergian Cellin dengan pacar barunya, Amir. Gadis itu melanjutkan langkah menuju gerbang dengan kepala penuh pikiran. Sekeras apapun ia memperingati sang sahabat, bagaimana sifat pacarnya sekarang, ia tidak akan bisa. Cellin tak pernah mau mendengarkannya sedikitpun nasihat soal dunia percintaan, katanya dia lebih berpengalaman dalam hal ini, sudah tahu seluk-beluk dan busuknya. Dan Chika sadar, sedekat apapun ia dengan Cellin, ia tetap tak berhak melarang apa yang sahabatnya mau. Ia hanya dapat mengingatkan dan menawarkan bantuan jika sesuatu terjadi di luar kendali. Tak lebih. 

Alasan mengapa Chika sangat mewanti-wanti Cellin dengan hubungannya yang sekarang yaitu karena Amir merupakan pentolan sekolah. Seluruh penghuni sekolah ini tak ada yang tak mengenalnya, mungkin hanya si Chiko yang tak mengenalnya karena baru pindah. Amir merupakan langganan setia Mrs. Julie, guru BK tersangar di SMAS Dasadarma, sampai setianya jika dalam satu minggu tidak melihat lelaki itu tengah dijemur di lapangan, itu artinya ia tengah diskors. Lelaki itu juga sangat terkenal di kalangan teman-temannya sebagai pemimpin tawuran. Lalu kenapa Amir tidak sampai di drop out? Bekingan yang dimilikinya sangatlah kuat, ayahnya merupakan salah satu pendiri sekolah ini. Dan mengapa Amir menciptakan citra buruk padahal seharusnya ia menjaga nama baik sang ayah, tidak ada satupun yang tahu alasannya. 

"Chika!" 

Chika menoleh ke belakang, mendapati bu Dona tengah melambaikan tangan, sebagai tanda untuk mendekat ke arahnya. Chika patuh, langsung berjalan menuju guru Bahasa Indonesia itu. "Kenapa Bu?" tanyanya setelah menyalami bu Dona. 

"Saya lupa bilang, besok saya mengadakan kuis mingguan. Tolong bilangin teman-teman kamu yang lain di grup chat WhatsApp kelas ya. Bisa 'kan Chika?" 

"Bisa Bu." 

"Terima kasih ya Chika." 

"Iya, Bu. Sama-sama," jawab gadis itu seraya menyalami kembali bu Dona. Setelahnya, ia kembali menuju gerbang, mobil sang mama telah terparkir di depan sana, tengah menunggunya. Chika baru ingat sesuatu, Chiko belum masuk grup chat kelas. Bagaimana caranya ia memberitahu anak baru itu? Gadis itu celingukan, dan untungnya ia melihat lelaki itu berada di depan koridor kelas 11 Bahasa, tengah berjalan menuju gerbang juga. Chika berlari menghampiri Chiko. 

"Chiko ... Chiko!" panggil Chika. 

"Ya ... Chika? Kenapa?" 

Chika sedikit terkejut anak baru itu mengetahui namanya. Tak mau terperangkap lebih lama dalam keterkejutan, gadis itu mengalihkan dengan merogoh ponselnya di tas dan menyodorkannya ke Chiko. "Minta nomor WA lo dong, biar nanti gue masukin ke grup chat kelas. Soalnya kadang ada informasi guru yang tiba-tiba ngasih jadwal dadakan, kayak kuis atau ulangan gitu," terang Chika lengkap, biar Chiko tidak salah sangka. 

"Oke."  Chiko menerima ponsel gadis itu dan mengetikkan nomornya. 

"Thanks ya," jawabnya Chika setelah lelaki itu mengembalikan ponselnya. 

"Most welcome.

Chika melanjutkan perjalanannya ke gerbang, menuju mobil mamanya. Setelah mendudukkan dirinya di sebelah sang mama yang berada di bagian pengemudi, mamanya menyeletuk. "Siapa Dek? Cakep loh," godanya seraya menjalankan mobil. 

"Temen sekelas. Anak baru," jawab Chika ogah-ogahan. Ia menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi. "Ma, aku marah," katanya menatap lekat sang mama. 

"What's wrong honey?" tanya sang mama sambil melirik Chika. 

"Tadi aku hampir telat. Besok-besok kalau nggak bisa nganterin bilangnya dari malam jangan mendadak, biar paginya bisa cepet pesen Ojol, jadinya nggak harus nunggu lama," gerutunya. 

matema(CH)ikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang