Cellin mengamit tangan Chika erat--kebiasaan yang susah ditinggalkan karena ia selalu begitu jika jalan bersama pacar-pacarnya dulu. Layaknya tak mau kehilangan.
Tatapan Chika menelisik mengarah ke salah satu toko boneka di ujung sudut kanan. "Itu Chiko ya?" tanyanya yang terdengar sedikit ragu.
Cellin terkesiap. "Di mana?"
"Arah jam 11."
Cellin mengarahkan pandangannya sesuai petunjuk Chika. Benar Chiko di sana. Memegang boneka beruang besar berwarna putih. "Kayaknya hadiah buat pacarnya," tebak Cellin. Lalu gadis itu tersadar sesuatu. "Permintaan lo buat gue deketin Chiko gagal deh Chik. Dia udah punya pacar. Jadi gue gak perlu deketin Chiko--jadi pacarnya buat konsentrasinya buyar."
"Praduga lo meleset," sahut Chika tenang. Ia menarik tangan Cellin--sedikit menggeretnya--mendekati salah satu stan photobox, sehingga keberadaan mereka akan terhalang dari penglihatan lelaki itu. "Lihat anak kecil sama Ibu-Ibu yang lagi antre di kasir itu?"
Cellin mengangguk.
"Boneka itu punya dia--anak kecil itu. Chiko cuma bawa aja. Ibu sama anak kecil itu mama sama adiknya Chiko, maybe."
"Sotoy! Tahu dari mana?!" sanggah Cellin menyangsikan dugaan sang sahabat.
Chika menghela napas. "Ngapain ibu yang gandeng anak kecil itu antre kalau nggak beli boneka? Tentu mereka bayar boneka yang dipegang Chiko."
"Kenapa gak sekalian dibawa ke kasir? Cewek yang antre di belakang ibu itu--yang lo duga mamanya Chiko--juga gak bawa boneka."
"Pertama karena bonekanya kegedean. Chiko sama boneka itu aja gedean bonekanya."
Cellin mendengkus geli.
"Gue gak tahu jawaban yang kedua tapi kenapa gue yakin Chiko lagi bawa boneka adiknya karena Chiko megang bando pink di tangan kanannya--agak ketutupan sama lengan boneka itu, tapi kalau lo lihat serius--bukan sekilas--pasti kelihatan." Chika menarik tangan Cellin lagi. "Buat mastiin, ayo kita cari tahu langsung. Tanya ke Chiko."
"What?" Rona keterkejutan dan ketidakterimaan tercetak jelas di raut wajah Cellin.
***
"Hai Chiko." Cellin menyapa lelaki itu duluan, walaupun Chika yang mengajaknya menemui Chiko, tapi mana mungkin gadis itu menyapa Chiko terlebih dahulu! Gengsi dan rasa persaingannya melingkupi jiwanya begitu hebat.
Yang dipanggil menoleh, mendapati Cellin sedang tersenyum ramah dan Chika juga melakukan hal sama--tengah tersenyum namun Chiko mudah mengartikan senyuman gadis itu, tersirat kesinisan yang begitu besar. "Hai ...." Chiko membalas sapaan Cellin.
"Lagi ngapain Ko? Beli boneka?" Sebuah pertanyaan basa-basi bodoh yang dilayangkan Cellin, Chika merutuki sahabatnya dalam hati.
"Iya."
"Wah, buat pacar ya?" sahut Chika tepat ke intinya.
"Iya nih, ukurannya juga gede banget. Pasti buat hadiah ulang tahun atau anniversary?" Cellin ikut menimpali. "Atau lo lagi nemenin pacar lo?"
Chiko terkesiap, "Bukan-bukan. Ini punya adik gue," jawabnya panik.
Chika tanpa sadar menghela napas lega. Tebakannya tidak meleset. Masih ada peluang untuk Cellin mendekati lelaki itu.
"Oh kirain punya pacar lo," sahut Cellin. "Anyway, adik lo mana Ko?" tanyanya penasaran, ia masih menyangsikan tebakan Chika tentang ibu dan anak kecil yang tengah antre itu merupakan mama dan adiknya Chiko, walaupun tebakan awal Chika perihal boneka yang dibawa Chiko milik adiknya benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
matema(CH)ika
Teen FictionKehidupan Chika yang sempurna sebagai murid teladan, paling pintar serta kesayangan para guru di sekolah mendadak berubah sejak kedatangan siswa pindahan yang bernama Chiko. Dalam waktu singkat, predikat tersebut diambil oleh cowok berkacamata itu...