IIIIII

11 1 0
                                    

Bantu temukan typo.

Jangan lupa vote, comment dan share.

Selamat membaca🙌

***

"Chiko! Chiko! Sebel banget gue sama lo!" Chika mengitari kamarnya sambil mengatai nama lelaki itu. "Dulu apa-apa serba gue! Tapi sekarang apa, yang diinget guru cuma nama lo!" Ia menggeram kesal.

Kini Chika beralih mengambil jarum pentul di kotak riasnya, ia juga mengambil salah satu boneka beruangnya yang berwarna putih. "Nilai kuis, nilai tugas, nilai ulangan harian, lo embat semua nilai yang paling tinggi! Gue ikhlas ya kalau lo ikut tes seleksi buat olimpiade matematika nasional tapi kalau predikat gue yang lo ambil gue gak bakal ikhlas!" maki Chika seraya menusuk-nusukkan jarum petul ke bonekanya seperti ritual orang menyantet. "Lo tuh bener-bener nyari masalah!" Ia menusukkan jarumnya sampai lenyap ke dalam.

Chika frustasi, ia menjatuhkan dirinya ke kasur. "Chiko!" geram Chika menyebutkan nama lelaki itu sambil menggebrak-gebrakkan tangannya ke kasur.

Hening.

Gadis itu memejamkan matanya. "Olimpiade matematika nasional." Ia menggumam.

"Kalau gue ajak dia buat saingan gimana ya?" Chika tersenyum sinis. Berhubung Chiko merupakan anak baru, Chika bisa mengancamnya dengan jiwa senioritasnya, jikalau lelaki itu tak menyetujui ajakannya untuk bersaing. Salah satunya dengan menyudutkannya, siapa yang lebih dahulu menginjakkan kaki dan lebih dahulu merasakan asam pahit dari sekolahnya.

***

Dari jendela mobil, Chika dapat melihat musuhnya—mulai dari kemarin ia mengecap lelaki kacamata itu sebagai musuhnya—berjalan di depan koridor kelas 11 bahasa. Setelah mamanya menghentikan mobil di depan gerbang, gadis itu cepat-cepat menyalami mamanya dan keluar dari mobil.

"See you Ma, have a nice day," pamitnya seraya keluar dari mobil.

"Kenapa buru-buru sih Dek?" Pertanyaan mama yang tak dijawab oleh Chika.

Gadis itu berlari mengejar Chiko, setelah jarak mereka cukup dekat, Chika memanggilnya. "Chiko ... Chiko!"

"Ya, Chika?" jawab Chiko ramah seraya menoleh ke arah Chika.

Chika muak dengan keramah-tamahan Chiko, ia percaya semakin lama kebusukan lelaki itu akan terlihat. "Gue ada penawaran khusus buat lo," katanya mantap. Semalaman ia memikirkannya dan sekarang ia sangat yakin.

Keduanya berjalan berbarengan menuju kelas. Chiko menatap lawan bicaranya lekat. "Penawaran apa?"

"Jadi gini ...." Chika berusaha ramah. "Olimpiade matematika nasional kan bentar lagi. Gue mau ngajak ... kompetisi. Ya kompetisi!" Akhirnya Chika menemukan kosakata persaingan yang lebih halus.

"Maksudnya gimana?" Chiko terlihat bingung dengan tawaran yang Chika berikan.

"Ya ... kita berkompetisi di tes seleksi. Kan kandidat yang dipilih dua tuh, nanti kalau kita berdua sama-sama kepilih buat olimpiade, nilai yang paling tinggi yang maju buat olimpiade. Jadi dalam arti lain, yang dapat nilai kedua tertinggi bakal ngundurin diri biar yang nilai tinggi pertama maju buat olimpiade sendirian."

Chiko menatap Chika dengan tatapan aneh. "Gue masih bingung sama tawaran lo. Yang pertama, apa untungnya kalau yang dapat nilai tertinggi kedua ngundurin diri? Yang kedua, sebegitu yakin kita berdua bakal dapat nilai tertinggi?"

matema(CH)ikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang