IIIIIIII

9 1 0
                                    

Halooo semuaaaa~

Bantu aku menumpas typo yang merajalela :"

Eits, jangan lupa vote dan komen juga ya :)

Terima kasih❤️

***

"Dijemput?"

Chika menatap Cellin, lalu ia mengedikkan bahunya. "Bareng ojol deh keknya."

Kedua gadis itu berada di depan gerbang sekolah, sama-sama menunggu jemputan, namun satupun jemputan mereka belum ada yang datang.

Ponsel Chika berbunyi, notifikasi WhatsApp. Satu pesan ia terima. Ia membaca pesan dari mamanya itu. "Gue mau pesen ojol, mama gak bisa jemput. Lo ikut sekalian nggak?"

"Boleh. Amir gue chat juga gak ada balas," sahut Cellin seraya menutup layar ponselnya.

"Oke." Chika memesan satu taksi online, sembari menunggu taksinya datang, ia mengajak Cellin untuk berteduh di dekat pos satpam.

"Apa Amir bolos ya?" Cellin celingukan, mengamati sekitar, mencari-cari keberadaan sang pacar.

"Mungkin. Biasanya kan juga gitu," timpal Chika sekenanya.

Cellin mendesah kecewa. "Tapi dia udah janji sama gue, gak bakal berulah lagi."

"Jangan terlalu percaya sama janji-janji cowok, banyak bohongnya." Chika tak tega melihat raut kekecewaan Cellin. "Nanti lo yang malah sakit hati," ujarnya pelan. Lalu Chika merogoh ponselnya, satu notifikasi masuk dari sang driver, taksi pesanannya sudah sampai. "Taksinya udah sampai di depan," ujarnya sambil menarik Cellin yang masih bergeming untuk pindah dari posisinya, gadis itu masih mencari batang hidung pacarnya.

Cellin tiba-tiba menangkap tangan Chika. "Gue nggak sanggup kalau dia bohong, Chik," rengeknya.

"Sanggup nggak sanggup, lo harus sanggup. Dia aja sanggup khianati janjinya, lo juga harus sanggup menerima pengkhianatannya." Mungkin ini terdengar toxic positivity, namun Chika harus menyadarkan sahabatnya. "Kalau menurut lo pengkhianatannya udah keterlaluan, lebih baik lepasin. Lo berhak dapatin yang lebih baik lagi." 

"Tapi gue nggak mau putus sama Amir ...."

Chika menghela napas panjang, mencoba memahami Cellin. "Bukannya mantan-mantan lo dulu putus karena mereka mengkhianati lo juga? Lalu apa bedanya sama Amir?"

"Gue udah cinta banget sama Amir."

Chika hendak melayangkan nasihat, petuah dan semacamnya, namun ia urungkan. Ia tak mau menasihati Cellin di saat kondisi gadis itu tengah seperti ini, walaupun apa yang Cellin perbuat sangatlah merugikan dirinya. "Udah nanti dibahas lagi, driver-nya udah nunggu tuh."

Chika mencocokkan nomor plat mobil hitam dihadapannya dengan nomor plat yang tertulis di aplikasi. Setelah yakin ia membuka pintu mobil itu. "Pak Ahmad?" tanyanya.

"Iya. Mbak Chika ya?"

"Iya Pak," jawab Chika seraya memasuki mobil. Lalu setelahnya Cellin masuk dan duduk di sebelahnya.

"Tujuannya ke jalan Atmajaya lalu ke jalan Antasari ya Mbak." Driver itu memastikan.

"Iya Pak, benar."

Mobil mulai berjalan, Cellin masih sibuk berkutat dengan ponselnya, ia masih berusaha mendapat balasan dari Amir.

"Udah kali Lin, jangan lo spam chat terus, mungkin dia lagi di jalan."

"Nggak biasanya dia tuh kek gini. Selama ini dia selalu on time balas chat gue." Cellin gusar.

"Kita nggak tahu kan, dia lagi sibuk. Jangan apa-apa harus selalu on time, nanti dia ngerasa terganggu juga loh. Kalau dia lagi di jalan, gimana caranya dia balas chat lo on time?" Chika memberikan penjelasan lirih.

matema(CH)ikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang