chapter 19

47.1K 5.5K 224
                                    

.............

Dini memasuki kamarnya dan mengganti pakaiannnya dengan baju santai.

Sepertinya perut nya benar benar sudah tidak kuat menahan laparnya. Dan ia harus segera mengisi perutnya dengan nasi. Mengingat ini sudah memasuki jam makan siang dan dini tidak akan melewatkannnya.

Dini juga bisa merasakan tenaga nya yang semakin habis dan tubuhnya yang semakin panas.

Dini bukan wanita bodoh yang akan diam saja saat ia membutuhkan sesuatu. Dini juga tidak mau tersiksa karena kelaparan.

Mungkin ia sudah kelewatan karena tidak menjaga pola makan yang benar. Tapi sesungguhnya ia memang tidak nafsu untuk makan apapun.

Mungkin kalau detik ini nyawanya di ambil karena alasan kelaparan atau apapun dia tidak masalah. Tapi untuk menaggung derita dan sakit yang ia rasakan jujur ia sudah tidak kuat.

Dengan gerakan pelan dini keluar dari kamarnya menuju dapur. Dini tidak mau jatuh dari tangga karena kepalanya yang sangat sakit dan berkunang.

Ketika sudah sampai di anak tangga terakhit dini bernafas lega karena tidak melihat 1 pun penghuni rumah.

Hanya ada beberapa maid yang sedang menyiapkan makan siang untuk tuan mereka yang baru sampai.
Dini juga belum siap untuk berdebat dengan papa dan para abang lucknutnya.

Dini mendekati bibik yang sedang menata makanan bersama pelayan yang lain.

"bik"  panggil dini pelan yang membuat semau pergerakan disana berhenti. Bibik menoleh dan ia sempat terkejut karena melihat wajah dini yang seperti mayat hidup.

"ehhh non, non dini kenapa non,,  enon sakit?"  tanya bibik panik dan memfokuskan dirinya pada dini.

Dini menggeleng pelan dan tersenyum tipis.

"dini gak papa,, dini cuman minta tolong habis ini anterin makanan ke kamar dini ya bik"   ujar dini.

"dini naik dulu"  sela dini tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya. Dini tau bahwa bibik akan menanyakan banyak hal makanya ia langsung pamit undur diri.

Dini kembali berjalan menaiki tangga dengan memegang perutnya yang sangat perih. Sesekali dini meringis karena pergerakan yang ia lakukan membuat perutnya semakin sakit.

Aksa keluar dari kamarnya yang sedikit agak jauh dari kamar dini.
Aksa hendak menuruni tangga tetapi pergerakannya terhenti kala melihat dini yang berjalan dengan menunduk dan memegangi perutnya. 1 tangan lagi dini gunakan untuk berpegangan pada pegangan tangga.

Sepertinya perkiraan aksa sewaktu di ruang tamu tadi benar bahwa dini sedang tidak sehat. Ingin sekali rasanya ia mengahmpiri dan memeluk dini yang sedang menahan sakit. Atau hanya sekedar memapah sampai kekamarnya.

Tapi ia takut dini akan menolak dan semakin membencinya karena menyentuhnya. Mengapa sekarang aksa merasa harus melindungi dini seperti abang pada umumnya.

Mangapa hatinya sakit saat dini menjauhinya, mengapa ia baru sadar saat dini telah membencinya. Mengapa sekarang ia merasakan penyesalan atas semua perlakuannya pada dini dahulu.

Mengapa ia harus sadar di saat dini telah membencinya. Mengapa harus ada rasa bersalah padanya sekarang.

Padahal sedari dulu ia tidak pernah memperlakukan dini layaknya adik yang sebenarnya. Padahal sedari dulu ia tidak pernah merasa bersalah saat menyakiti dini. Juga ia tidak pernah memikirkan apapun tentang dini.

Tapi sekarang mengapa dini seakan menghantuinya dengan rasa bersalah yang teramat dalam. Jujur aksa sangat membenci situasi yang seperti ini.

Dini terus berjalan tanpa mengetahui keberadaan aksa yang memperhatikannya sedari tadi.
Sungguh rasa sakit di tubuhnya membuat semua fokusnya teralihkan.

Hingga sedikit lagi ia akan sampai pada tangga terakhir tetapi pergerakannya terhenti karena kepalanya yang sangat pusing.

Dini tidak bisa menguasai tubuhnya hingga ia oleng kebelakang dan hendak terjatuh. Sampai sebuah tangan kekar menahan pinggangnya dan segera mendekap dini.

Dini yang sedikit tersadar mencoba melepaskan diri dari dekapan orang itu.

"lepas"  lirih dini yang menggerakkan badannya untuk di lepas.

Orang itu melepaskan dini dan memegang ke dua bahunya sambil menatap dini dengan...... Khawatir?

"lo kenapa? "  tanya orang itu yang terdengar sedikit panik membuat dini memusatkan atensinya pada manusia di depannya.

Dini melihat arka yang ternyata orang yang telah menolongnya. Dini sedikit bingung mengapa arka mau menolongnya. Dan dari wajahnya terlihat seperti khawatir pada dini.

Tadi saat arka akan menuruni anak tangga ia melihat aksa yang hanya diam memandangi sesuatu. Arka berjalan hendak menghampiri aksa,,  tapi ia melihat dini yang sudah akan jatuh kebelakang.

Arka segera berlari dan langsung menahan pinggang dini dan membawanya kedalam dekapannya. Ia tidak tau jika terlambat sedikit saja mungkin akan membuat ia menyesal.

Aksa mematung melihat itu. Ia sudah akan menghampiri dini tadi tapi ia sudah keduluan oleh arka yang sudah menghampiri dini.

Tiba tiba dini teringat disaat dini dahulu memohon bantuan pada para abangnya saat ia tenggelam di kolam renang karena menampar vika saat dirumahnya. Tapi tidak ada dari mereka yang membantunya atau sekedar mengeluarkannya dari kolam.

Hingga ada seseorang yang dini tidak nampak dengan jelas wajahnya menceburkan dirinya dan menolong dini yang sudah tidak sadarkan diri.

Tapi dini tau orang itu bukanlah abang abangnya melainkan orang lain atau sahabat abangnya yang tidak dini lihat dengan jelas.

Dini melepaskan tangan arka yang masih memegang bahunya. Ia mencoba menetralkan wajahnya yang sedang menahan sakit.

"gue gak papa,, gak usah sok peduli. Anggap aja gue lagi caper"  ujar dini yang membuat arka menatapnya tak percaya.

"lo kenapa sih,, gue serius nolongin lo kenapa lo malah ngomong gitu"  ujar arka sedikit menaikkan suaranya.

"lo nanyak gue kenapa ngomong
gitu? "  tanya dini dengan alis terangkat sebelah. Arka hanya diam menunggu kata kata dini selanjutnya .

"lo gak inget waktu gue mohon mohon bantuan sama lo waktu gue tenggelem sampek mau mati, waktu gue di tampar papa, waktu gue terlambat dan pengen numpang berangkat sama lo,, lo gak inget? "  tanya dini pelan menatap mata arka.

Arka mematung mendengar perkataan dini. Ia juga ingat saat saat dini meminta pertolongannya dahulu dan ia hanya mengabaikannya.

"Dan banyak lagi,, tapi lo gak pernah nolong atau sekedar natap gue. Lo bahkan malah ngatain gue caper sama kalian"   ujar dini sambil terkekeh pedih mengingatnya.

"sekarang lo gak usah berlagak sok khawatir, tetep anggep gue caper mau gimanapun keadaan gue"  setelah mengatakan itu dini lanjut menaiki anak tangga pelan menuju kamarnya.

Dini sempat melihat aksa yang hanya diam mematung di ujung tangga yang sedari tadi memperhatikan. Tapi dini hanya melewatinya dan menganggapnya tidak ada.

Arka menunduk menyembunyikan matanya yang sudah berkaca kaca. Sungguh perkataan dini sangat menampar dan membuat hatinya pedih. Tatapan dan senyum pedih yang tidak pernah ia lihat dari dini sekarang sangat sering ia lihat dan itu membuat hatinya sakit.

Aksa menghampiri arka dan menepuk bahunya pelan. Arka mengalihkan pandangannya pada aksa yang mengangguk dan tersenyum tipis padanya.

"ayok makan"   ujar aksa dan di angguki oleh arka.

Kemudian mereka mulai melangkahkan kakinya menuruni tangga menuju ruang makan.

................



transmigrasi sad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang