29

3.1K 323 11
                                    

Menahan Tamara untuk tidak kepo tentang pertemuanku kemarin bersama mas Randa hampir mustahil. (Bye the way aku ingat sekarang nama laki-laki yang dua hari lalu ketemui itu). Memang dia sempat menahan diri untuk bertanya karena tepat saat aku pulang dia dan kak Dody menghadiri arisan keluarga dan sekalian menginap dirumah orang tua Tamara. Tapi tidak untuk sekarang, dia sudah menyelonong masuk ke kamarku, mengekoriku sambil membawa wadah berisi petis yang dikudapnya. Omong-omong Tamara juga sudah resign dari BMTV sejak dia memutuskan menikah dengan kak Dody satu setengah tahun lalu. Dia memilih untuk ikut mama mengurusi usaha kue. Sekarang saja mereka sudah siap menyambut toko yang hampir selesai pembangunannya yang dibangun tepat disamping rumah, dilahan yang dulu sering dijadikan papa untuk bersantai. Jadi setiap aku pulang kerja, kesibukannya adalah merusuhiku.

Dengan perut yang sudah melendung bulat, Tamara mengomel karena waktu itu aku menyumpahi kehamilannya. Jujur, kalau yang satu itu aku benar-benar merasa bersalah. Saking merasa bersalahnya, di hari yang sama itu aku langsung minta maaf lewat telepon begitu sampai rumah, benar-benar langsung menelpon karena kepikiran. Sekaligus aku juga mengatakan garis besarnya, kanapa aku memanfaatkan teleponnya untuk kabur. Dan sekarang dia minta detailnya. Astaga! memang apa lagi yang harus aku ceritakan!

"Dia beneran ganteng gak sih kaya di foto?"

"Terus kalo ganteng kenapa? Ganteng kalo sikapnya minus juga sama aja. Ganteng tuh apa sih? Ganteng nggak bisa bikin kita kenyang, nggak bisa bikin kita terus mikir he is the one hanya karena dia ganteng," jawabku sambil melepas jarum pentul dari jilbab yang kukenakan.

"Oh tidak bisa begitu nona, orang good looking itu pengaruhnya besar banget lho. Kalo enggak, mana ada tuh lowongan pekerjaan yang selalu nyantumin penampilan menarik sebagai kriteria yang dicari kalo gak ngaruh." Tamara membenahi posisi duduknya di ranjangku, dia mulai menumpuk bantal untuk dijadikan sandaran, tentu saja tidak melupakan petis mangganya. "Persentase seseorang untuk jatuh cinta akan lebih besar sama orang yang ganteng dan cantik. Emang lo mau nih nikah sama orang jelek, yang mana lo sering jijik sama dakinya yang seakan bertahun-tahun nggak pernah digosok saat mandi? Nggak perlu ganteng deh, seenggaknya enak dilihat aja udah cukup."

"Yeee... gue kan bukan lo. Kalo liat cowok dakian, tinggal bilang aja kalo mandi itu yang bener." Sebenarnya nggak segampang itu sih, emang mulutku saja yang seenaknya. Kalo cowok yang diberi tahu orangnya suka ngelawak pasti dia akan tertawa saja menanggapi. Tapi kalo cowok yang dibilangi itu sejenis 'lelaki dan egonya' aku pasti bakal diamuk habis, kan? Tapi aku tidak punya pembelaan yang tepat untuk mempertahankan teoriku tentang menilai seseorang.

"Halah bacot doang, praktek dilapangan jiper lo, " ejek Tamara saat aku menarik handuk dan mengalungkannya di leher, siap-siap untuk mandi.
"Oke lo bisa mempertahankan teori lo itu, apa tadi? Menilai seseorang dari sifatnya. Tapi sadar enggak? Sebelum lo menilai sikapnya yang lo pertimbangkan pertama kali adalah wajah. Udah deh.. gak usah ngelak, nggak usah bantah, karena gue juga gitu." Tamara menjeda untuk menyuap seiris mangga muda berbalut sambal petis pedas kemulutnya. Kenapa melihat dia air liurku jadi keluar? Kelihatan enak sekali gitu. "Buktinya kemarin deh. Lo mau ketemu mas Randa karena lo udah liat fotonya dari tente Asri, kan? Lo berpikir "cowok ini boleh juga nih," ketebak tau."

Sialnya, apa yang dikatakan Tamara benar, aku naif, aku tidak sebaik dan semulia itu dalam mencari kendidat pasangan. Kalau hanya urusan menjadi teman, siapapun dengan berbagai rupa aku selalu terbuka, mau dia cantik, ganteng, hitam, korengan, atau botak, atau apapun aku tidak akan peduli. Lain dengan pasangan, aku butuh seseorang yang membuatku nyaman, dan yang pertama adalah nyaman di mataku dulu. Seperti kata Tamara seenggaknya enak dilihat. Tapi heiii... aku percaya juga kok teori cinta buta, mau sejelak apapun pasangan kita kalo sudah cinta, bisa apa?

Mayday (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang