2. Sosok kedua setelah bayangan

7K 583 4
                                    

Dilahirkan dari keluarga berdarah bisnis, membuatnya bertanya-tanya tentang ketidaktertarikannya terhadap apa yang menjadi identitas keluarga selama ini. Ia jauh melenceng dari garis identitas keluarga, sejak mengambil jurusan IPA di masa SMA nya dulu.

Bahkan ia tertawa dalam hati setiap tangannya dengan lihai menulis formula Fisika, dan merasa alergi setiap matanya melihat deretan tabel-tabel jurnal Ekonomi ataupun buku super tebal yang bertuliskan sejarah di sampul depan di meja belajar Azka.

Hari ini adalah hari libur kerja untuk Arka. Langkah kaki yang membawa tubuhnya di tempat ini. Tempat yang akan selalu di jejali oleh tumpukan buku di mana-mana, dengan harapan para pelanggan seperti dirinya datang untuk mengisi koleksi buku di meja belajar.
Mata membawa raganya di barisan buku tebal tentang ilmu alam. Sekedar menelisik apa yang sekiranya belum ada di memori otak, yang menyimpan teori-teori alam yang pernah ia baca. Menjadi seorang pengendali burung besi, berarti harus siap untuk menempatkan diri dimanapun. Termasuk menjadi ahli cuaca, iklim, dan Astrologi. Cakrawala harus jadi teman akrab, juga termasuk hal-hal kecil di dalamnya. Maka Arka merasa perlu belajar banyak teori demi menjinakan alam.

Rasa ingin tahu membuatnya terusik setelah melihat plang lemari yang bertulisankan Best seller. Benaknya ingin tahu apa yang yang sekarang menjadi kegemaran orang di tengah panas politik pasca pilpres.

Benak justru tertawa ketika menemukan sebagian besar buku di rak itu adalah buku roman yang diyakininya adalah langganan remaja yang sedang dimabuk cinta. Lelaki itu percaya orang dewasa tidak akan punya waktu untuk membaca buku menggelikan itu. Sebagian besar orang akan lebih suka menyusuri realita ketimbang khayalan semacam dongeng putri dan pangeran.

Tangannya menarik satu buku yang sudah tak dilapisi plastik dari sana. Sebuah kumpulan cerita dengan judul Revolusi cinta. Buku cetakan kelima bersampul coklat muda yang di karang oleh nama Deby Anantara.
Entah apa yang merasuki dirinya untuk membawa buku karangan Deby Anantara itu di atas meja kasir.

"Cuma ini saja mas?" Tanya kasir di seberang meja. Pertanyaan yang sama yang selalu di ucap oleh sesama kasir dengan tujuan mempengaruhi pelanggan untuk membeli lebih banyak produk yang ada di toko tempat kasir bekerja.

Arka mengangguk.

"Ini buku best seller loh mas. Karangan mbak Deby akan selalu jadi kesukaan oleh banyak orang. Setiap rilis buku baru, pasti akan langsung habis terjual dalam waktu singkat. Saya juga baca buku ini, saya jamin deh nggak bakal kecewa," ucap kasir itu lagi seraya menghitung harga dari buku yang di beli Arka.
Tak butuh apa yang dikatakan kasir, Arka tahu jika buku yang ia comot tadi adalah buku populer. Mengingat tinggal menyisakan satu eksemplar tanpa bungkus plastik di rak buku dan sudah masuk cetakan kelima.
Wanita kasir itu menceritakan nama pengarang buku yang ia beli seolah akrab dan kenal lama.

"Pelanggan bukunya itu dari banyak kalangan mas. Mulai dari anak SMP, SMA, kuliah, pekerja kaya saya, bahkan ibu rumah tangga. Nggak sedikit juga kok yang laki-laki kaya mas gini"

Kasir itu bercerita tanpa Arka minta, pengalamannya mampu mematahkan asumsi Arka jika para penggemar cerita roman tak hanya di duduki olah kalangan remaja.

. . .

Arka mendudukan dirinya di kursi tunggu bandara setelah menyelesaikan jadwal jam terbangnya hari ini. Terbang di atas awan yang digenapi oleh turbulensi yang kadang tak terelakan.
Ia memang sering mendudukan dirinya di kursi-kursi yang terletak di bandara. Sekedar menyaksikan wajah orang-orang dari berbagai penjuru indonesia juga dunia. Melihat keramaian yang menjadi temannya selama tinggal di tempat itu.

Dari hal kecil itu, Arka dapat mengenali banyak ekspresi wajah orang-orang yang mungkin saja belum pernah ia lihat.
Seperti wajah cerah anak kecil yang baru masuk dari pintu kaca besar disana. Wajah yang dihiasi tawa karena untuk pertama kalinya ada di bandara. Atau malah wajah tegang dan khawatir sepasang orang lanjut usia yang takut naik pesawat setelah melihat berita kecelakan pesawat yang berhasil mencuri banyak nyawa orang. Wajah khawatir yang diikuti langkah tergesa seorang lelaki yang melangkah ke arah pintu keluar bandara dengan ponsel yang hinggap di telinga. Serta wajah gadis berkerudung di sampingnya, yang sedari tadi tersenyum menonton apa yang ia lihat di hadapannya dengan keyboard laptop yang ia tekan-tekan berulang kali. Seolah menulis apa yang ia tangkap dari apa yang ia lihat.

Mayday (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang