18

3.6K 420 35
                                    


Sekali lagi Deby merasakan nafasnya berlarian seiring dengan jantungnya yang hilang kendali. De javu, beberapa hari yang lalu ia merasakan hal yang sama, berlari di lorong rumah sakit dengan perasaan yang sudah tak bisa tergambarkan bentuknya. Telepon dari Dody, kakaknya yang membuat Deby seolah mengulang waktu. Tapi tak bisa dipungkiri, ini terasa lebih buruk, terasa lebih mengerikan.

Sudah dua hari ini ayahnya harus dipindahkan ke ruang ICU karena stabilitas keadaannya yang memburuk. Semua akan baik-baik saja, itu yang ia rapal berkali-kali dalam langkahnya.

Hiruk pikuk rumah sakit tak membuat perasaan lebih baik. Ini justru terasa seperti ketulian dalam ramai yang menusuk, suara sol sepatu orang-orang, suara brankar yang di dorong, suara kegaduhan itu terasa tak berarti apa-apa, ketika hanya suara tangis ibunya yang merayapi gendang telinga.

Langkah Deby melambat, tempo nafasnya yang berantakan ia abaikan, karena matanya terfokus pada interaksi orang-orang didepan ICU.  Dody kakaknya yang menggeleng tak kuasa, ibunya yang menangis histeris dalam dekapan putranya. Bude Tarti yang terkejut menatapnya dalam jarak beberapa meter yang mengumamkan kata 'Sabar' dalam raut iba.

Detak jantung Deby berhenti seiring dengan matanya yang kabur oleh air mata. Tubuhnya menepi di kursi tunggu, kakinya terkulai lemah, yang membuat tubuhnya merosot.

"Komplikasi yang terjadi pada pak Gunawan memperburuk keadaan. Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Allah berkata lain. Pak Gunawan tidak tertolong." Kepalanya mencerna lamat-lamat kalimat itu berulang kali.

...

"Harusnya lo jangan masuk dulu, By," kata Tamara saat mereka duduk dikantin kantor Big moment tv.

"Gue baik-baik aja, Ra."

"Nggak akan ada anak yang baik-baik aja, kalau ada di posisi elo."

Mereka sengaja duduk di meja paling sudut, karena hanya bagian itu yang terlihat nyaman. Lima hari Deby ambil cuti usai kematian ayahnya, dan hari ini ia masuk untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.

"Kayaknya kru Spirit Today sibuk banget ya dari tadi, ada apaan sih?" Deby menyebut salah satu program talkshow televisi Big moment. Ia mengalihkan pembicaraan, Tamara sudah mengatakan itu berulang kali.

"Katanya sih mereka undang pemilik Paradise Corp. untuk jadi narasumbernya. Sambil Paradise Corp. mau promosi lembaga asuransi yang mereka bangun. Emang ya kalo orang kaya tuh mau buat perusahaan baru udah kayak bikin cimol goreng." Pelayan kantin mengantar soto dan lemon tea yang mereka pesan. "BM TV bakal naik rating nih, secara ini kali pertama keluarga konglomerat itu hadir diacara semacam Spirit Today, biasanya mereka nongol cuma pas berita-berita tentang harga saham, itu pun bisa di itung jari nongolnya ."

Keluarga pemilik Paradise Corp. selama ini belum pernah terekspos banyak oleh media. Mungkin itu juga yang membuat Big moment tv antusias akan kedatangan kelurga itu. Akan menjadi kebanggan tersendiri jika petinggi Paradise Corp. dapat hadir diacara mereka. Deby tau Paradise Corp. itu adalah perusahaan keluarga Arka. Tapi selama itu, ia belum pernah bercerita pada Tamara kalau Arka adalah bagian dari keluarga itu. Tamara juga tidak bertanya banyak, yang gadis itu tahu Arka hanya pilot yang hidup dalam keluarga biasa.

"Mama lo gimana?"

"Udah mendingan sih, cuma gue sama kak Dody harus sering-sering gantian nemenin mama ngobrol biar nggak kepikiran papa terus."

Tamara mengangguk, sebelum kemudian mengudap soto dihadapannya. Beberapa hari ini pikiran Deby hanya disibukan tentang cara menghibur ibunya.

"Mbak Deby dicariin seseorang tuh," ucap Tisya kru Spirit Today.

Mayday (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang