8. Rasa??

4.2K 502 24
                                    

Duduk dikursi kemudi dengan seorang pria yang diam tanpa dosa di kursi penumpang disisinya, membuat Deby tak sabaran. Untuk pertama kalinya Deby menyumpahi mobil antik kesayangannya dalam hati. Mobil itu melaju sangat lamban untuk ukuran sebuah mobil. Entah sudah berapa banyak kendaraan di jalan yang lalu lalang melewati mobilnya, tapi tak pernah sekalipun mobil yang ia kendarai itu menyalip kendaraan lain selain becak yang melaju dibahu jalan. Sebelumnya itu bukan hal yang mengganggu, justru ia merasa sangat menikmati perjalanan di dalam mobil antik itu, tapi kondisi sekarang terpaksa membuatnya enggan untuk merasa betah. Padahal dia sendirilah yang menjadi penentang keras saat ayahnya berniat menjual mobil usang itu.

Pandangan gadis itu masih fokus pada jalanan di hadapannya. Terkadang juga tangan kiri Deby tak hentinya mengganti saluran radio yang menurutnya membosankan. Sayangnya, tak satupun lagu yang diputar radio yang mampu memperbaiki suasana hatinya yang panas, membuat Deby berdecak kesal.

Arka berdiam diri ditempatnya. Melihat suasana hati Deby yang masih buruk, membuat dirinya merasa tak nyaman bahkan untuk menarik nafas sekalipun. Mengusir kejenuhan, pria itu ikut menggumamkan lirik lagu I don't care yang dinyanyikan oleh penyanyi ternama Ed Shereen bersama Justin Bieber dalam putaran radio.
Getaran ponsel di sakunya, membuat pria itu terusik. Tangannya mengangkat panggilan itu, setelah nama Andara muncul dilayar. Sebuah telepon sederhana antara saudara pada umumnya.
Keluarga Arka masih berlibur di Puncak, sehingga dalam obrolan itu Andara sangat antusias menceritakan kejadian demi kejadian yang menarik pada sang kakak. Jujur, Arka tak tertarik tentang apa yang adiknya ceritakan. Tapi juga merasa bersyukur secara bersamaan karena adiknya itu menelpon dirinya diwaktu yang sangat tepat. Setidaknya Arka tak harus dihinggapi rasa canggung lebih banyak lagi.

Deby menekan klakson keras berulang kali tepat setelah mobil memasuki Fly over, ia masih sangat kesal pada pria itu. Ia merasa lelaki itu sengaja membuka loadspeaker, dan membiarkan obrolan dengan seorang gadis diseberang telepon terdengar sampai telinganya.

Arka melirik Deby singkat. Pria itu menghembuskan nafasnya pasrah. Jelas klakson keras itu ditunjukan untuknya secara tidak langsung. Didepan sana tak ada suatu hal yang layak sampai sebuah mobil berteriak. Arka mematikan ponsel lebih dulu, meski adiknya enggan untuk itu.

"Kamu jangan suka berlindung dibalik punggung orang tua ku. Kamu memanfaatkan mereka. Sekali lagi kubilang, rumahku bukan hotel. Seorang pilot yang memiliki penghasilan besar sepertimu, kurasa cek in hotel di Jakarta tak akan sampai membuat bangkrut, kecuali jika memang kau adalah orang tamak." Akhirnya bom dikepala Deby meledak juga.

"Mau berapa kali lagi aku minta maaf. Aku yakin mama mu sudah menceritakan detailnya tanpa harus aku mengulanginya lagi."

Deby memutar matanya. Hatinya masih terlalu keras untuk menerima maaf pria itu.

"Aku seperti menemukan dua orang yang berbeda dalam satu raga, menarik," Arka bergumam sarkas. Ia melirik gadis itu sekilas, sebelum kemudian memandang keluar mobil. Kemana hilangnya Deby Anantara sang penulis yang ia temui di bandara? Lenyap? Dan siapa gadis pemarah disampingnya?

Mobil berhenti tepat dijalan yang berhadapan langsung dengan rumah mewah berlantai dua. Deby tak bisa leluasa melihat rumah besar itu karena pagar tinggi yang mengelilingi. Tapi ia masih bisa melihat pilar-pilar yang menjulang dan bagian lantai dua. Tak heran baginya kaum kasta elit akan selalu mencolok mata.

Deby tertawa kering. "Pantas saja, bagaimana aku bisa melupakan fakta besar itu. Pasti semalam anda tak bisa tidur dengan nyaman digubuk saya, gerah dan sempit. Atas itu saya mohon maaf, fasilitas dan pelayanan gubuk saya tak sebaik apa yang biasa anda terima."

Gerakan Arka terhenti saat ingin membuka pintu. Ia berbalik dan menatap gadis itu lekat. Arka menarik satu alisnya tinggi. "Kamu tak pernah tau rasanya menjadi diriku. Kemewahan, uang dan kekuasaan, tak semua orang menyukaiku itu. Rumahmu lebih dari sekedar gubuk, lebih dari sekedar rumah itu," ucapnya seraya melirik rumahnya sendiri. "Apa yang aku lakukan? Meski aku mengatakan semua, kau tak akan bisa memahami. Terima kasih untuk tumpangannya," ujarnya lagi. Arka membuka pintu dan keluar. Menarik kopernya dari kursi belakang dan melangkah pergi.

Mayday (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang