5. Rumah Klasik

4.8K 524 2
                                    


Di meja persegi itu hanya tertinggal Arka dan Deby. Terduduk bersebrangkan sebuah meja kayu jati sebagai penghalang. Semua orang hengkang satu demi satu dari dalam resto itu setelah satu jam lebih bernostalgia.

Mulai dari Sarif yang dihubungi istrinya untuk cepat pulang. Teguh yang harus ke tempat persedian bahan baku pangan di belakang resto. Dody yang keluar untuk mengangkat telpon yang berdering. Hingga Rara dan Jonathan yang pulang bersama.

Sebuah hal langka di penglihatan Arka, ketika melihat sejoli Rara dan Jo terlihat bertengkar layaknya sepasang kekasih yang kasmaran. Rara yang terpaksa ikut seretan Jonathan, dan berakhir di mobil pria itu. Hanya butuh waktu bagi mereka berdua untuk saling menyingkap perasaan masing-masing. Rasa yang dimiliki Rara untuk Jo, dan Jo untuk Rara masih sama. Lagi-lagi sebuah gengsi besar yang menjadi benalu di hubungan dua teman Arka itu.

Arka berdehem. Mencairkan kecanggungan yang berkabut diantara dirinya dan Deby.
Deby menatap lelaki itu, kemudian menarik secangkir kopi Americano yang telah mendingin karena panas telah dibawa pergi oleh udara. Menyesap isinya yang tertinggal setengah.

"Jadi kita berteman?" Arka memulai.

Deby menatapnya sejenak sebelum kemudian mengangguk. "Boleh, sama seperti yang dijanjikan," gadis itu menjawab.

Deby mengarahkan atensinya pada kakaknya yang baru saja masuk dan duduk di sisinya. Dody menggaruk kepalanya bingung.

"Ka, gue boleh titip adek gue nggak? Tolong lo anterin dia sampe rumah ya? Gue harus pergi nih ke Thamrin buat ketemu atasan. Tolong banget?"

"Nggak papa bang, santai aja. Deby biar gue yang anter sampe rumah dengan selamat," jawabnya.
Deby hanya terhenyak mendengar usulan kakaknya.

"Adek bareng dia ya? Maaf adek harus kakak tinggal."

"Tapi kan kak-"

"Udah nggak papa, dia jinak kok. Enggak bakal deh nyaplok. Palingan juga dikasih kuliah sains, dia soalnya nggak jauh beda dari kakak. Ka, titip Deby pokoknya. Gue pergi nih. Assalamualaikum."

"Waalaikum salam," jawab mereka bersamaan.

"Ngapain kamu di sini? Mobilku parkir di sana loh," Arka bertanya setelah mereka baru saja keluar resto. Dan malah mendapati Deby mematung di pinggir jalan.

"Anggap tadi cuma basa-basi kakakku. Kamu nggak perlu anter aku beneran kok. Aku bisa pulang sendiri, kakak juga nggak bakal tau kalau kamu enggak antar aku. Jadi kamu nggak perlu juga berbagi jok mobil," Deby berucap tanpa menatap mata Arka. Gadis itu memilih menarik atensinya pada jalanan yang dilewati kendaraan.

"Tapi kan aku udah janji sama bang Dody buat anter adeknya selamat wal afiat sampe rumah. Udah yukk, diluar panas. Mobilku nyaman kok, kan lumayan bisa menyelamatkan rupiah di dompetmu."

Deby tak membantah. Arka melangkah lebih dulu, diikuti langkah kikuk Deby di belakangnya. Sesampainya di mobil, Arka membukakan pintu mobil di kursi penumpang. Deby menurut, ia masuk kedalam mobil dan memasang safety belt.

"Setidaknya kamu nggak bakal dapet fasilitas dibukakan pintu mobil kalau naik taksi. Dan yang terpenting ini gratis," kata Arka setelah mobil melaju di jalanan. Dia melirik dari balik ekor matanya, jika gadis disampingnya itu masih sedikit sungkan untuk bicara.

"Sepertinya kakakku percaya banget ya sama kamu. Kalian dulu dekat?," gadis itu bertanya dengan nada yang masih kurang nyaman.

"Oh bang Dody. Kalau deket banget sih enggak, tapi kalau sepemikiran sering. Emang dia nggak pernah cerita?"

Deby menggelang, dia dan kakaknya tak pernah membicarakan hal berbau pertemanan secara kompleks. Apalagi komunikasi yang mereka lakukan hanya dilakukan seminggu sekali saat kakaknya di Amerika.

Mayday (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang