15: candramawa - Jungkook

633 91 11
                                    

Jeon Jungkook

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeon Jungkook.

***

Namaku Jeon Jungkook. Aku seorang penyandang tuna wicara.

Bisu sedari lahir. Tetanus Neonatorm penyakit yang menyerang bayi baru lahir disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang memadai.

Aku bisu tetapi tidak tuli. Hidup bersama anggota keluarga lengkap. Ayah, Ibu, Kakak pertama, dan aku. Si bungsu.

Ibu menceritakan awal mula bagaimana bisa aku tidak dapat berbicara kala aku sudah mulai beranjak dewasa. Karena Ibu ingin aku pandai lebih dulu dalam mengontrol emosi. Aku tidak akan menyalahkan rumah sakit. Ibu yang melahirkan ku. Apalagi takdir. Sejauh ini, aku tetap dalam keadaan baik.

Kakak dan Ibu menerima kekuranganku. Tapi tidak untuk Ayah.

"Apa yang bisa dilakukan oleh anak bisu seperti dia?"

"Ayah!"

Aku tidak menyangkal. Tidak pula memberikan gestur protes dari ucapan Ayah. Apa yang dia katakan benar. Aku akui, aku memang bisu. Entah aku berbuat apa, sehingga Ayah bersikap demikian kepadaku. Ayah sangat benci akan kehadiranku.

Aku berbicara bahasa isyarat dengan Ibu, "Ibu, tidak apa. Semua yang Ayah katakan memang benar. Terima kasih makan malamnya. Aku akan ke kamar lebih dulu." setelahnya aku menyeret tungkai menuju kamar.

Aku tidak pernah memiliki teman semasa taman kanak-kanak. Kecuali dia. Perempuan normal dengan segala panca indra yang ia miliki. Tanpa berpikir dua kali selalu mengajak ku bermain ayunan, jungkat jungkit, dan permainan lainnya.

Aku tidak pernah memberi tahu namaku. Karena ku pikir, untuk apa dia tahu. Aku juga tidak terlalu merasa sangat membutuhkan ekstensi seorang teman.

"Nama kamu siapa? Aku Yerimie, Kim Yerim." aku menatap uluran tangannya tanpa minat. Kemudian berbalik meninggalkan dia pergi.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku!" katanya dengan ekspresi marah tapi tidak terlihat galak. Aku tidak peduli, terus berjalan hingga dia tertinggal di belakangku.

"Tapi nggak papa. Aku bakal panggil kamu teman mulai sekarang." ujarnya dengan mengamit tangan ku.

Jujur aku merasa ada bagian dalam diriku yang kosong kala aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi semenjak kami sama-sama lulus dari taman kanak-kanak. Ibu memasukkan ku pada sekolah yang memiliki beberapa murid seperti ku. Karena Ibu khawatir dengan keadaanku yang begini jika aku mendaftarkan diri di sekolah negeri, beberapa anak akan gemar membuliku.

Tahun ketiga aku bersekolah disana untuk pertama kalinya aku melihat gadis itu kembali. Perempuan yang melabeli namaku dengan teman. Kim Yerim, dengan sebuah tongkat dan arah pandangan tak fokus.

Kala itu ku asumsikan bahwa dia mengalami kebutaan. Ada yang tidak pernah berubah, senyumnya masih sama. Manis dan cerah seperti biasa.

Saat aku pulang menggunakan kendaraan umum, aku melihat dia kembali. Tapi kali ini dalam jarak dekat. Kenapa tidak meminta Ayahnnya menjemput saja. Menaiki angkutan umum begini bisa berakibat resiko besar untuk tunanetra yang berjalan seorang diri.

Gulir WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang