03. Masa Lampau

41 16 64
                                    

"Setiap manusia akan bermetamorfosa, bisa kerena mengikuti zaman atau pengalaman"---Sthira Falling in Love
__________

"Lo Sthira?"

Sthira kontan menatap orang yang menyebut namanya, Sthira terbelalak melihat orang itu. Sudah lama dia tidak betemu dengannya, dari penampilan sepertinya dia banyak berubah menjadi sedikit lebih tampan dibanding saat masih SMP dan dia juga yang berhasil membuat Sthira jatuh cinta. Mengapa Sthira bisa bertemu dengan Dion?

"Bener, 'kan lo Sthira?" tanya Dion memastikan. "Gimana kabar lo? Kenapa lo bisa ada di sini?"

"Lo kenal sama dia?" tanya Raga menyela.

Sthira menatap ke samping kanan, yang ternyata laki-laki itu lagi, yang sangat ingin Sthira jauhi. Pertemuan ini membuatnya tidak nyaman, ia menjadi tidak memiliki afeksi lagi untuk makan seblak.

"Tahulah," jawab Dion.

Sthira beranjak. "Maaf aku harus pergi," ucapnya, lalu pergi meninggalkan Dion dan Raga.

"Eh, tunggu!" cegah Dion.

Sthira tidak memedulikannya perasaannya menjadi berubah karena kedatangan dua orang itu, untuk hari ini semuanya tidak sesuai dengan keinginan Sthira.

Sthira meminta penjual seblak untuk membungkus semua pesanannya, setelah mendapat apa yang dia inginkan ia pergi sembari menggoes sepedanya.

Raga menepuk punggung Dion. "Gara-gara lo, dia jadi pergi, 'kan."

"Kenapa lo salahin gue, lo yang pengacau!"

"Kan, lo yang tiba-tiba nanya banyak, jadi 'kan dia gak nyaman."

"Gue mana tahu kalau Sthira bakal kayak gitu, dulu dia ceria malahan banyak ngomong. Sekarang kayaknya dia udah berubah deh," tutur Dion.

"Terus kenapa lo bisa kenal dia?" tanya Raga penasaran.

"Dia temen deket gue waktu SMP."

Raga mangut-mangut. "Oh, gitu ... terus tadi lo bilang Sthira berubah, emang kenapa dia?"

"Gue juga gak tahu, tapi gue pernah dapet kabar kalau dua tahun lalu Sthira dapet musibah."

"Ah, musibah apa?" tanya Raga terlihat terkejut.

"Waktu itu terjadi bencana longsor besar-besaran di tempat tinggal Sthira, banyak korban berjatuhan termasuk keluarga Sthira. Kasian Bre ... semua keluarga Sthira gak ada yang selamat, meninggal semua termasuk abangnya. Beruntungnya waktu itu Sthira gak ada di rumah dia lagi di sekolah ngadain acara kemping, kayaknya dia berubah karena itu, setelah itu gue gak tahu lagi tentang Sthira."

"Innalillahi, kasian dia," ucap Raga dengan wajah prihatin.

"Makanya, gue juga gak tahu kenapa dia bisa ada di sini."

"Kira-kira gue cocok gak sama dia?" Raga sambil menaik turunkan alisnya. Sungguh keluar dari topik pembicaraan.

Dion memcebik. "Udah Ga, lo udah banyak. Si Siti, Si Wulan, Si Tisa ... mau dikemanain mereka!"

"Ya, gak mau dikemanainlah, mereka tetep jadi pasangan gue." Raga terkekeh.

"Istighfar, nanti kualat lo."

"Emang lo enggak kayak gue, nyatanya lo lebih banyak dari gue," ucap Raga membuat Dion merutuk.

"Sialan!"

Raga mendapat pesan singkat dari ponselnya. "Gue cabut dulu!" Dia beranjak pergi.

"Lah, seblaknya woy."

"Lo aja sendiri gue mau ketemu, Si Bunga." Raga langsung meninggalkan Dion.

"Siapa lagi si Bunga!"

***

Sthira berada di luar, seperti biasa dia sedang menggambar desain pakaian yang akan dia jual ke toko butik milik pelatih kursusnya. Saat malam, di daerah ini terasa sejuk dan nyaman apalagi saat ini mbak Vita belum juga pulang mungkin dia masih sibuk di tempat kerjanya yaitu sebagai ART selain menjaga Sthira di sini.

"Assalamu'alaikum ...."

Sthira mengembuskan napas kasar, suara itu lagi. Sungguh! tidak bisakah jika dia tidak  bertemu lagi dengan lelaki aneh seperti dia, ini membuat Sthira dongkol, lalu sekarang mau apa dia?

"Wa'alaikumus salam," jawab Sthira ketus.

Raga membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah pensil 2B milik Sthira kemarin yang tak sengaja Raga injak. Dia berniat untuk mengembalikannya kepada sang pemilik.

"Ini gue bawa pensil punya lo, kemarin gak sengaja gue injek." Raga menyimpan pensil itu di meja yang Sthira pakai.

Sthira menaikkan sebelah alis, pantas saja sedari tadi dia mencari pensil favoritnya itu, tetapi belum ketemu juga ternyata Raga yang mengambilnya. Ini membuat Sthira senang sebenarnya, tetapi dia berusaha biasa saja

Sthira berdeham. "Makasih," ucapnya singkat.

"Sama-sama." Raga tersenyum, akhirnya dia bisa berbicara dengan cewek super apatis ini.

"Oh, iya lo namanya Sthira, 'kan?" tanya Raga.

Sthira hanya menatap Raga sekilas, tidak salah lagi pasti Dion yang memberi tahunya, lalu Sthira  kembali menggambar. Dia berang jika berhadapan dengan Raga.

"Sekarang gue mau nanya, lo masih inget, 'kan nama gue? Coba siapa?"

Sthira mengembuskan napas kasar, ada apa dengan pria ini kenapa malah dia yang melemparkan pertanyaan pada Sthira. Bisakah ada jin yang dapat membawanya pergi dari sini.

Sthira terdiam mencoba untuk mengingat nama pria ini. "Siapa namanya?" batin Sthira.

Raga menunggu jawaban Sthira dengan kekehan yang khas.

"Ya, ampun kenapa aku bisa lupa? Siapa namanya?" Sthira masih bergelut dengan pikirannya.

"Lo masih inget, 'kan?" tanya Raga lagi. "Masa lo lupa sama nama orang ganteng."

Sthira mendengus, untuk pertama kalinya dia bertemu dengan orang seperti dia. Laki-laki ini sangat memengkalkan.

"Aku harus ke dalam," ucap Sthira, lalu membereskan semua peralatan menggambar miliknya.

Kini pekerjaannya terganggu oleh Raga, sedari tadi banyak gagasan yang datang di otaknya, tetapi hilang mendadak ketika Raga singgah.

"Eh, tunggu dulu, dong jawab dulu, nama gue siapa?" Raga memaksa.

Sthira tidak memedulikan Raga dia langsung saja menutup pintu rumahnya, sedangkan Raga masih bersikukuh meminta jawaban. Alasan lainnya Sthira memang lupa nama pria itu.

Sthira langsung masuk ke kamar. "Siapa nama cowok itu?" gumamnya.

"Bintang? Nurul? Nu ... Nurdin, nu ...?" Sthira terus memikirkan namanya. "Ah, bodo amat, lah!"

TBC....

Sthira Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang