Setelah Nira benar-benar sadar bahwa keluarganya sudah tidak bisa terselamatkan, dengan langkah yang masih tertatih Nira mulai mengenakan pakaian secepatnya. Celana pendek jean dengan kaos hitam polos. Tidak lupa Nira membawa tas darurat yang sudah disediakan dady untuk keadaan membahayakan.
Dengan sangat berat Nira memutuskan kabur dari rumahnya. Hatinya seakan sudah tidak bisa merasakan rasa sesakit ini, sangat pilu. Mengenaskan. Dirinya hanya bisa menangis dan mulai beranjak ke pintu darurat yang berada di ruang shower. Dengan langkah berat Nira terpaksa menggunakan jalur pelarian ini, hanya satu-satunya jalan teraman untuk saat ini.
Tangisnya masih belum bisa terhenti, bahkan nafasnya belum normal. Gambaran saat dadynya tertembak masih membayanginya sepanjang langkah.
Langkah lunglainya mengiringi perjalanan di saluran pembuangan bawah tanah. Nira tentu sudah hafal mengenai saliran ini sejak kecil, kedua orang tuanya sering mengajaknya berkeliling. Memang semua jalur darurat rumahnya terhubung dengan saluran pembuangan dan ternyata hal ini sangat berguna.
Dengan langkah yang berat Nira, tangisnya sama sekali belum mereda. Kakinya membawa Nira ke salah satu rumah sahabat baiknya. Kakak kelasnya sejak SMP hingga saat ini. Bahkan Nira sudah memberi kabar kepada sahabatnya, bahwa dirinya akan ikut tinggal beberapa hari bersamanya.
Setelah perjalanan beberapa jam jalan kaki, akhirnya Nira sudah berdiri di depan mansion sahabatnya. Teman sekolah Nira memang terkenal dengan kesultanannya, bagaimana tidak sekolah Nira memang terkenal dengan kemewahanya dan Nira hanyalah siswi dengan beasiswa full karena prestasi yang berhasil ditorehkannya. Walaupun begitu Nira pandai bergaul bahkan memiliki banyak teman tidak seperti cerita gadis yang dibully karena beasiswa.
"Maaf ada yang bisa dibantu, jika tidak silahkan pergi." Ucap salah satu satpam dengan halus.
"Nira Ruis." Ucap Nira dengan nafas yang masih tidak stabil. Matanya masih panas dan meneteskan air mata, bahkan tampilannya mungkin sudah seperti orang gila.
"Oh baiklah silahkan masuk, Nona Lysa sudah menunggu." Satpam itupun sedikit kaget mendengar ucapan Nira menyebutkan salah satu nama tamu yang baru saja di sampaikan tuannya sambil membukakan gerbang.
"Bagiamana bisa orang seperti itu temannya nona" Gumam satpam tersebut saat Nira mulai melangkah masuk, dan sialnya Nira masih bisa mendengar ucapan gila itu.
Namun, Nira hannya berjalan dengan lemas menuju pintu besar yang terlihat begitu mewah. Semestinya Nira akan telihat sangat girang melihat rumah sahabatnya yang begitu besar, terlebih Lysa yang sangat pelit itu belum pernah membolehkannya masuk ke mansion ini.
Perlahan pintu besar itu terlihat dan menampakkan gadis seumuran Nira yang mengenakan piama dan masker wajah berwana hijau lumut di wajahnya.
"OH MY GOD! WHAT HAPPEN NIR!" Lysa langsung teriak melihat Nira yang begitu mengenaskan, wajahnya sudah mirip seperti mayat berjalan, pucat dengan bibir yang mulai putih, tatapan mata kosong dan bengkak bahkan ada bercak merah di wajahnya.
Nira yang mendengar teriakan Lysa seakan sadar masih ada yang peduli padanya, lagi lagi kakinya tidak bisa diajak kompromi dan lemas seketika. Hatinya seakan tersayat kembali, bahkan tangisnya lebih menjadi jadi.
"HUAA LYSAAA ARGHH!" Nira kali ini benar benar seperti sudah gila.
Dia duduk di depan mansion milik sahabatnya san berteriak tidak jelas. Emosi yang sekaan dipendamnya selama perjalanan lepas seketika.
"Lysa gue gak tau harus apa Lysa! Gue... Gue... mau gimana! Lysa please gue cuma punya lo!" Nira benar benar putus asa. Siapa yang bisa dijadikan sandarannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO AM I?
ActionOH IYA SEBELUMNYA FOLLOW DULU YA Biar tau update ceritanyaa 😍😍 BACK TO MY STORY! Kisah ini bercerita tentang Nira, seorang perempuan yang awalnya agent rahasia. Mulai memalingkan wajahnya untuk mencari jawaban atas kematian kedua orang tuanya dan...