7. RUANG RAHASIA

35 17 9
                                    

Deru ombak di tambah hembusan angin kini menemani Zidan dan juga Nira yang tengah duduk santai di atas hamparan pasir pantai. Tidak lupa gemerlap bintang menghiasi langit malam bersama dengan cahaya bulan.

"Bang, lu tau kan James itu mafia dan gue..."

"Iya tau. Lagi pula itu dulu bukan? Nira yang sekarang gadis SMA yang mau lulus." Potong Zidan setelah mengetahui maksud perbincangsn adik tirinya itu.

Nira menghembuskan nafas dengan dengan kasar mendengar perkataan kakak tirinya. Apa Zidan percaya kalau Nira memang dianggap sebagai gadis SMA dan bukan mata mata. Sikap baik Zidan memang membuat Nira nyaman tapi tetap saja Nira sama sekali tidak menurunkan kewaspadaannya.

"Bagaimana dengan keluarga Qurmnel? Apa termasuk keluarga mafia?" Tanya Nira sambil menatap deburan ombak yang tidak pernah berhenti.

"Tidak, hanya aku yang berhubungan dengan itu. Bagaimana denganmu setelah lulus?"

"Entahlah, mungkin ke Amerika."

"Untuk apa? kau bisa kuliah disini dan kerja di perusahaan dady kalau kau mau."

"Bang masih ada yang perlu ku cari tau lagi."

Drtt... Drtt....

"Oh shit!" Umpat Zidan setelah mendengar ucapan dari orang di telponnya yang tadi sempat berdering.

"Bang?" Ucap Nira sambil menatap wajah kakaknya dengan bingung.

"Nir, gue cabut dulu ya. Maaf, bisa pulang sendiri kan." Saut Zidan dengan wajah khawatir sambil menahan emosi.

Dengan cepat Zidan memberikan Nira uang sebagai ongkos pulangnya dan dengan cepat Zidan melangkah menuju mobilnya meninggalkan Nira yang masih terduduk di pantai.

Nira masih menatap kepergian Zidan dengan penuh tanya. Dirinya tau sebab kepergian Zidan tentu karena percakapan di telepon sempat terdengar yang mengakatakan bahwa markas di serang, tapi kenapa kakaknya itu tidak mengajaknya.

"Hmm... Bang Zidan gak percaya atau khawatir sama gue ya?" Ucap Nira sambil merebahkan dirinya di pasir dan menatap langit yang dipenuhi bintang.

Kali ini Nira benar benar menenangkan dirinya, bersama deru ombak dan juga gemerlap bintang yang terlihat jelas diantara langit malam membuat suasana menjadi lebih syahdu.

Sampai dirinya merasa puas dengan hembusan angin pantai, akhirnya Nira memutuskan menjenguk rumah kesayangannya dulu. Walau cukup jauh dari pantai tapi dirinya memilih untuk berjalan kaki, setidaknya untuk olah raga malam. 

Dengan senandung lagu yang didengarnya melalui earphone Nira berjoging santai, mangamati lingkungan tempatnya merasakan hangatnya keluarga.

"Wahh, apa ini sebuah kebetulan?"

Mendengar ucapan itu Nira sontak kaget dan langsung melepaskan earphone agar pendengarannya menjadi lebih baik.

"Paman?" Nira yang masih kebingungan dan waspada melihat Kizani yang baru saja keluar dari rumahnya dengan kedua penjaga yang mengenakan kemeja serba hitam sama seperti Kizani.

"Ku kira kau berada di markasnya." Ucap Kizani sambil melangkahkan kaki mendekati Nira yang masih saja terpaku terlihat juga perubahan ekspresi Nira yang awalnya biasa saja jadi penuh dengan curiga.

"Apa kau pikir aku tidak tau kemana kau pergi?" Tatapan Kizani sama sekali tidak lepas mata Nira sambil memegang kuat lengan gadis itu tepat dimana dia mendapatkan luka tembak. Seakan Kizani tau persis letak luka tembah dan apa yang telah terjadi dengan gadis didepannya yang sedang meringis kesakitan.

"Ku beri kesempatan, ikut denganku sekarang atau mati disini seperti kedua orang tuamu!" Ucap Kizani santai sambil menepuk lengan Nira yang baru saja dicengkramnya.

WHO AM I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang