Cahaya matahari mulai menyapa melalui celah jendela. Dengan perlahan Nira membuka matanya dan mengerutkan dahi berusaha menyesuaikan cahaya yang ada di ruangannya.
Dengan kesadaran yang belum penuh, Nira melirik Zidan yang duduk di sofa sedang menggenggam tangan kanannya menggunakan kedua tangan besar pria itu.
"Akh.." Seru Nira saat berusaha menggerakan tangan kirinya, seakan rasa sakit mulai lagi menjalar ke tubuhnya.
"Nira, gak papa? Tunggu gue panggilin Bang Rasyid." Ucap Zidan dengan panik setelah dirinya tidak sengaja terbangun oleh rintihan Nira.
Memang semalam, setelah mereka bertiga sampai di kediaman James. Nira langsung menerima operasi kecil untuk mengambil peluru dan menetralisir racun yang ada dari peluru. Setelah itu Zidan sendiri yang menjaga Nira semalaman, bahkan sampai ketiduran disofa sambil menggenggam tangan adik kecilnya itu.
Tidak lama setelah Zidan keluar, Pria dengan kaos hitam polos masuk ke dalam rungan itu dikuti Zidan yang masih menggunakan setelan kemeja yang masih sama seperti kemarin.
Pria berkaos hitam yang mengalungkan stetoskop itu mulai mengecek Nira mulai dari mata sampai menggunakan stetoskop yang sempat dikalungkan.
"Namamu Nira bukan? Saya biasa di panggil Rasyid, kakaknya James. Bagaimana dengan tubuhmu? Sudah baikan?" Ucap pria itu dengan lembut.
"Lumayan, cuma tangannya agak sakit." Balas Nira dengan tatapan yang membingungkan. Bagaimana bisa kakak beradik memiliki karakter yang sangat berbeda.
Bahkan Nira tanpa sadar melongo melihat sikap bang Rasyid yang terlihat begitu ramah, apalagi senyumnya yang bisa dibilang masuk kategori sangat tampan. Walaupun sebenarnya Zidan dan James juga tampan, tapi James terlalu menakutkan dan Zidan terlalu gila.
"Baiklah kalau ada apa-apa kabarin saja, obatnya udah ada di atas meja." Ucap Rasyid yang langsung meninggalkan ruangan itu.
"Baby lu beneran gak papaa kan? Mau langsung pulang apa di sini, di rumahnya si James? Jujur gue panik banget sama lo!" Cerocos Zidan yang dengan tampang yang begitu panik.
"Bang, santai dong, woles woles. Mending jangan pulang, nanti yang ada kita jadi bubur kalo gue luka kayak gini." Ucap Nira santai, berusaha menenangkan kakak tirinya yang pasti merasa bersalah kepadanya.
"Biar di sini aja." Sahut James yang baru saja masuk ke dalam kamar tanpa permisi bersama dengan pelayan yang sudah membawakan sarapan untuk Nira.
"Yakin?"
Zidan dengan perlahan melirik Nira dan James bergantian menatapnya sedikit tidak percaya.
"Gak papa bang, dari pada pulang ke rumah dapet ceramah. Titip salam aja untuk dady sama momy omongin aja Nira pengen belajar di luar." Jawab Nira santai, seakan meyakinkan kakak tirinya itu. Lagi pula Nira tidak peduli dirinya ada dimana, yang ada di benaknya saat ini hanya jangan sampai membuat keluarga barunya khawatir.
"Okede, gue mau siap siap terus langsungan pergi ya. Cepet sembuh Baby!" Ucap Zidan sambil mengelus pelan pucuk kepala Nira, tentu saja gadis itu langsung melirik tajam ke arah kakanya dan Zidan hanya tersenyuman tipis melihat tingkah adiknya.
Zidan yang awalnya ragu untuk meninggalkan Nira mulai santai kembali. Lagi pula dia sangat percaya pada sahabat kuliahnya yang satu itu walaupun terlalu pendiam, tapi Zidan tau sangat bisa di percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO AM I?
ActionOH IYA SEBELUMNYA FOLLOW DULU YA Biar tau update ceritanyaa 😍😍 BACK TO MY STORY! Kisah ini bercerita tentang Nira, seorang perempuan yang awalnya agent rahasia. Mulai memalingkan wajahnya untuk mencari jawaban atas kematian kedua orang tuanya dan...