Dua insan yang sedang beradu ego ini saling melirik satu sama lain. Tangan mereka sama-sama bersedekap di dada dan melemparkan tatapan tak suka. Baik Nara maupun Haruto, keduanya tidak ada yang mau mengalah.
Untuk masalah kali ini, Bunda harus turun tangan. Karena bagaimanapun juga, Nara dan Haruto sudah bersahabat sejak kecil. Tak enak rasanya melihat sepasang sahabat tak akur begini.
Bahkan, dua gelas es jeruk di atas meja sama sekali belum tersentuh tangan. Dua anak remaja itu sama-sama membuang muka ke arah lain. Tak mau berlama-lama saling memberi tatapan tajam.
"Kalian kenapa lagi, sih?" tanya Bunda yang sudah hampir habis kesabarannya.
Pun Nara bersandar pada sofa, menggeser sedikit dirinya agar jauh dari Haruto. Saat ini, Nara hanya ingin membuat jarak dengan laki-laki jangkung itu.
"Haruto?"
Haruto berdecak, "Nara duluan, Bun. Dia dipeluk sama Jihoon malah diam aja, dia udah bikin lo nangis tau gak!"
"EMANG KENAPA? GAK SUKA?"
"Bukan gak suka! Lo harus ingat si Jihoon itu pernah bikin lo sakit!"
Perdebatan yang terus berlanjut itu membuat Bunda tahu kemana ranah permasalahan mereka. Yang dapat Bunda simpulkan di sini adalah Haruto cemburu pada Jihoon. Lalu, wanita paruh baya itu memilih pergi dari sana, lebih baik ia menguping saja dari dapur.
"Yang sakit gue ini, kenapa lo yang repot?"
"Gue khawatir!"
Nara terdiam mendengarnya. Ia tak tahu harus mengucapkan kalimat apa lagi.
Haruto memejamkan matanya, berusaha meredam amarahnya. Baru kali ini Haruto se-marah ini.
"Lo itu sahabat gue, bukan kakak gue ataupun adik gue." Ujar Nara pelan.
Haruto kembali melirik Nara yang terlihat menahan tangis. Moon Nara memang sangat cengeng bagi Haruto.
"Kenapa lo marah? Padahal dulu lo dukung gue sama Kak Jihoon. Apa cuma karena dia bikin gue nangis-nangis dan akhirnya ada orang lain yang nenangin gue? Lo kekanakan," jelas Nara dengan parau.
"Buat sementara, jangan ngomong apa-apa dulu sama gue sampai gue ngerasa lega dan gak emosi setiap lihat lo. Kasih gue jarak, gue gak mau kita berantem lagi cuma karena keegoisan lo itu."
Nara meninggalkan Haruto sendirian. Ia butuh waktu dan jarak dari Haruto. Kesalahpahaman yang terjadi antara mereka ternyata bisa menyebabkan hubungan persahabatan renggang.
Haruto mengusap matanya yang memanas. Nara benar-benar marah padanya, dan ia tak tahu harus berbuat apa. Jika seperti ini, dirinya hanya harus mengikuti kemauan Nara hingga gadis itu merasa lega dan tak emosi.
Nara POV
Aku mengintip dari lantai atas. Haruto pulang dengan wajah murungnya. Biar saja, kali ini aku tak ingin dilarang lagi.
Seperginya Haruto, aku masuk ke dalam kamar. Duduk di atas kasur sambil memeluk bantal guling yang sudah berapa bulan tak aku ganti seprai nya. Sudah nyaman soalnya.
Haruto tak paham. Ia selalu mengambil kesimpulan dari apa yang dia lihat tanpa mau mendengar penjelasan orang lain. Dari dulu seperti itu. Ia tak pernah percaya jika ia tak melihatnya sendiri.
Begini ceritanya.
Selesai ekskul tadi, aku menghampiri Haruto untuk pulang bersama. Aku berada di tepi lapangan sambil mencari-cari keberadaan sahabatku sejak kecil itu. Di lapangan, banyak anak-anak basket sedang berlatih keras. Sepertinya akan ada turnamen. Sudah hampir 10 menit aku sendirian di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Music • Asahi
Fanfiction[DISCONTINUE] "Just like a music, you are my life." - Hamada Asahi. ᴀsᴀʜɪ x ᴏᴄ ©miyuniverse_, 2020 started : 21-9-2020