4. Sebelah Rumah Haruto

836 156 3
                                    

Sudah tengah malam tapi Nara belum tidur. Ia tak bisa tidur karena suatu hal terus menghantui pikirannya. Apakah ia harus bergadang malam ini?

"Ra, tidur dong! Besok ada pelajarannya Bu Chaerin!" perintahnya pada diri sendiri.

Nara berguling ke sana kemari, mencari tempat yang pas untuk terlelap. Ia duduk dan berpikir sejenak.

"Matiin lampu!" serunya.

Kemudian ia mematikan lampu kamarnya dan mulai berbaring lagi. Ia memeluk guling kesayangannya dan mulai memejamkan mata.

"Gelap banget! Nanti kalau ada hantu gimana?" Akhirnya ia kembali menyalakan lampu kamar.

Ting!

Mendengar itu, ia langsung mengecek ponsel dan melihat notifikasi yang masuk.

"Siapa, nih? Nomor asing, jangan-jangan si tiang lagi nge-prank gue." Monolognya.

+628 xx xxxx xxxx
online

|• Masih sakit perutnya?

|• G

Setelah itu tidak ada balasan lagi. Iseng, Nara melihat foto profil orang asing tersebut.

Keren, pikirnya. Sangat aesthetic dan cocok jika menjadi selebgram atau seniman.

"Dia kan kakel yang tadi." Katanya.

Ia langsung mematikan ponselnya. Jantungnya berdegup kencang dan cepat.

"Kok gue deg-degan? Apa gara-gara—"

"—Ah, gak mungkin! Udah lah mending gue tidur."

Gadis itu mulai memejamkan matanya. Berharap esok tidak kesiangan.

🎶🎶🎶

"Cuek banget anjir." Ucapnya.

Pemuda itu meletakkan ponselnya di atas kasur. Kemudian, ia mengusap wajahnya. Melamun sebentar memikirkan bagaimana menghadapi hari esok dan bagaimana cara menghadapi 'dia'. Menghadapi dalam artian apakah ia bisa mengontrol detak jantungnya sendiri atau malah salah tingkah?

Entahlah. Asahi malas berpikir. Yang ada di otaknya sekarang hanya satu hal, Moon Nara.

🎶🎶🎶

Hari ini Haruto tak berangkat sekolah. Mamanya bilang, pemuda itu terkena demam karena kelelahan. Lembur mengerjakan tugas yang belum dia tuntaskan.

Pagi ini, dengan terpaksa ia harus naik bus. Ayahnya sudah berangkat saat ia sedang menyiapkan buku.

Mama Haruto menitipkan surat izin padanya. Haruto izin selama dua hari. Itu berarti selama dua hari pula Nara harus naik bus. Lagipula tak mungkin juga ia terus bergantung pada Haruto, bukan?

"Ra, ada teman kamu, tuh!" teriak Bunda dari pintu rumah.

Nara yang sedang memakai sepatu pun menyahuti, "siapa?"

"Junghwan ganteng!" teriak Junghwan dari luar.

"Kebiasaan. Gak ada bedanya sama si tiang. Setiap jemput pasti selalu pakai embel-embel ganteng. Untung beneran ganteng lo!" cerocos Nara, ia sudah berdiri di samping motor Junghwan.

"Masa iya gue harus teriak 'Junghwan jelek datang', kan gak mungkin gue menjelekkan diri sendiri." Jelasnya.

"Berisik! Mana helm?!"

"Galak banget lo! Bunda, ini anaknya gal—"

Dengan cepat Nara membungkam mulut Junghwan dengan tangannya sebelum pemuda itu mengadu pada Bunda.

Music • AsahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang