31. Confess

309 49 14
                                    

Keduanya menatap langit malam bertabur gemintang yang indah. Semilir angin turut menemani kesunyian.

Nara menopang dagunya sambil menatap hamparan air yang biasa disebut sungai. Pembatas beton yang diduduki pun turut merasakan betapa dinginnya malam ini.

Asahi mulai curi-curi pandang. Pandangan hampir tak bisa lepas dan hanya ingin menatap Nara terus menerus. Sepertinya menatap Nara sedekat ini sudah menjadi candu.

"Dingin, ya?" tanya Asahi sekaligus memecah keheningan.

Nara menoleh, mendapati Asahi yang melepas kemejanya. Kemudian, dirapikan sedikit hingga kemeja itu berada di pangkuan Nara.

"Malam ini dingin," kata Asahi lagi.

Nara masih enggan berbicara. Lidahnya terasa kelu seketika.

Selang beberapa menit kemudian, Nara memakai kemeja guna menghangatkan tubuh. Kemeja itu agak besar jika dipakai perempuan. Nara merentangkan kedua tangannya yang dimakan kemeja.

Asahi terkekeh melihat tingkah laku Nara yang random.

"Kebesaran!" celetuk Nara.

"Makanya harus makan yang banyak biar kemejanya pas," balas Asahi.

Nara cemberut, kemudian memeragakan dirinya seperti orang yang sedang marah. Dengan tangan di pinggang, ia mulai berceloteh panjang.

"Nara itu makannya udah banyak, sering nambah nasi dua centong, terus lauk nya nambah juga. Nara juga rajin olahraga biar tinggi kayak Yujin, terus kata Yujin biarin aja Nara begini soalnya Nara imut!"

Sepertinya ada yang salah.

Nara tidak berbicara lo-gue pada Asahi.

Apa artinya ini?

Pikiran Asahi berkecamuk. Lidahnya kelu, ia hampir kesulitan berbicara.

Hanya dengan melihat tingkah Nara, Asahi bisa seperti ini. Ini baru satu kali, bagaimana jika Nara melakukannya berulang kali?

"Gue lamar juga ini anak lama-lama."

"Iya, Nara imut. Lebih imut lagi kalau makannya banyak, nanti jadi gembul."

Nara menggelengkan kepalanya seraya bersedekap dada, "No!"

Tidak tahan, Asahi mencubit pipi Nara yang berisi. Kalau kata Asahi, pipi Nara seperti squishy kue mochi.

"Ah, sorry,"

Nara merasa panas menjalar di pipinya. Mungkin jika ada kaca akan terlihat pipi itu memerah seperti tomat. Bukan karena dicubit Asahi, melainkan karena rasa malu dan senang.

Asahi pun sama seperti Nara. Padahal ia yang mencubit, kenapa juga ia yang malu?

"Ra."

Nara berdehem sebagai respon.

"Gue mau minta maaf soal susu strawberry tempo hari,"

Nara tidak berkata apapun. Gadis itu menatap Asahi dengan penuh tanya.

"Sebenarnya gue gak suka susu strawberry, maaf."

"Beneran? Terus gimana?"

"Gue minum, malemnya gue sakit perut,"

Nara menegakkan tubuhnya, memukul lengan Asahi setelahnya.

"Kenapa gak bilang?" tanya Nara terlampau kesal.

"Sorry, kalau gue nolak nanti lo marah."

"Harusnya gue yang minta maaf, gara-gara gue ini semuanya!"

Music • AsahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang