57. Bertahan

267 41 8
                                    

Minju mengernyit saat mendapati notifikasi pesan baru dari nomor tak dikenal. Saat ia akan membaca, suara berat sang ayah menahannya.

"Nak, bisa kau bantu Papa sebentar?"

Minju mengalihkan pandangan ke arah kedua tangan ayahnya. Jongwoon tengah berusaha mengambil wadah kimchi yang ia pendam beberapa bulan lalu. Minju diminta pria itu untuk menahan kedua kakinya sementara tubuhnya menggapai wadah kimchi di dasar lubang.

Minju khawatir. Jongwoon terlihat sangat memaksa agar tangannya bisa menggapai wadah tersebut. "Pa-Papa, kumohon hati - hati..." gumam Minju.

Meski di bawah, pendengaran Jongwoon rasanya tak salah. Ia terlihat mendongak menatap agak lama wajah putrinya di belakang. Merasa tiba - tiba diperhatikan, Minju tersipu malu.

"Ke-kenapa, Pa?" gumamnya lagi.

Jongwoon tersenyum lebar. Hatinya akan selalu menghangat saat Minju memanggilnya 'Papa'. Sejak tinggal bersama, Minju seperti masih sedikit sekali berinteraksi dengan pria itu. Kini mereka mendapat kesempatan untuk lebih sering berinteraksi.

"Tidak apa, Nak. Tolong tahan kaki Papa, ya?" ujar pria itu lagi.

Minju mengangguk. Berusaha menunaikan tugas sederhana yang diminta sang ayah tadi. Setelah beberapa saat, Jongwoon akhirnya berhasil mengangkat keluar wadah penyimpan kimchi tersebut.

"Terima kasih, ya, Minju. Papa akan membawa masuk kimchi ini dulu. Malam ini kau hanya ingin makan nasi goreng kimchi saja? Tidak ingin Papa buatkan yang lain?"

Minju menggeleng sekaligus tersenyum manis ke arah pria yang akhir - akhir ini sering memasak. Karena Yuri sendiri sedang berjuang melawan penyakitnya yang kumat - kumatan. Menjadikan pria itu yang mengambil alih beberapa pekerjaan rumah tangga. Meski Minju sudah memaksa untuk tetap dibagi bersama Yerim, Jongwoon bersikeras bahwa ia sudah sangat terbiasa memasak, oleh karena itu kedua putrinya tidak ada masalah bila ayahnya yang selalu memasak.

Sepeninggal Jongwoon, Minju kembali duduk di bangku kayu yang ada di salah satu sudut halaman belakang rumah mereka. Ia menghela nafas panjang. Akhir - akhir ini ia merasa cepat lelah. Ingin mengalihkan perasaan tersebut, ia memutuskan memandang langit sore di atas. Gulungan awan - awan besar nampak berbentuk abstrak menghiasi warna biru muda sejauh mata memandang. Ia sendirian duduk di sana, mengamati langit dan menikmati semilir angin yang sesekali menyibak anak rambutnya dengan bebas. Suasana sangat tenang. Hanya terdengar gemerisik ranting - ranting pohon yang mengikuti arah angin berhembus. Membuai perasaan Minju secara menyenangkan.

Seakan menjadi pengiring yang tepat untuknya beristirahat sejenak. Meski sendiri.

Sang kakak, Yerim, sedang mengantar Yuri menemui dokter yang biasa menangani wanita cantik itu. Minju jadi sedih jika mengingatnya. Ia semakin sering mendapati sang ibu kumat seperti di malam ketika ia pertama kali tidur bersamanya. Gadis tersebut bahkan berpikir, jangan - jangan akibat kehadirannyalah Yuri jadi sering mengalami gangguan psikis itu lagi sekarang.

Minju pernah kelepasan mengutarakannya saat tak sadar bahwa ada Yerim yang telah berdiri di belakang. Minju sedang mencuci piring bekas makan malam mereka usai berhasil menenangkan Yuri. Ia kira kakak perempuannya itu masih berada di kamar kedua orang tua mereka. Ternyata gadis yang lebih tua darinya tersebut sudah ikut turun, berniat hendak membantu adiknya beres - beres.

Saat baru sampai, ia malah tak sengaja mendengar gumaman Minju yang terus menyalahkan diri serta hampir akan menangis karena sedih.

Seketika Yerim langsung memeluknya erat dan meyakinkan Minju untuk tetap kuat bertahan bersama mereka. Hati Minju terenyuh. Ia memang sama sekali tidak ada niatan untuk meninggalkan keluarga kandungnya. Meski tak menampik ia sering merasa seperti sedikit sulit menerima kenyataan bahwa ibunya kini kembali mengalami gangguan psikis. Ia hanya tak menyangka Yerim juga akan berpikir demikian.

Tuntunan Gaya Hidup Ala Kang HyewonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang