12. He knows

60.9K 10.8K 962
                                    

Shaka mengetuk pintu didepannya beberapa kali, sebelum akhirnya membukanya dengan inisiatifnya sendiri tanpa menunggu persetujuan sang pemilik kamar.

Shaka masuk dengan hati-hati, dengan sebelah tangan memegang botol alkohol dan sebelah tangan lainnya memegang kotak P3K.

Kamar itu gelap. Hanya diterangi cahaya bulan dari arah balkon. Shaka menelusuri ke sekeliling kamar itu. Tatapannya jatuh pada sebuah siluet yang ada di balkon.

Itu Shaga.

Shaka kemudian menghela nafas, ia mendekat pada cowo dengan wajahnya yang benar-benar menduplikati wajahnya sendiri itu

Cowo itu terlihat sedang menekan luka dibibirnya menggunakan tisu, mencegah darah yang masih mengucur keluar lebih banyak.

Shaga yang hanya diam sembari menatap rembulan itu tiba-tiba mengalihkan perhatiannya ke bawah. Tangan Shaka terulur menjulurkan sebuah kotak P3K.

"Nanti infeksi," katanya.

Shaga menerimanya, "Thanks."

Shaka menghela nafas, ia ikut menatap rembulan yang hari ini benar-benar membulat sempurna, membuat hawa malam ini lebih terasa berbeda dibandingkan malam-malam sebelumnya.

Shaka membuka botol birnya kemudian menyesepnya sebentar. Ia lalu mulai menggerakkan bibirnya. "Lo ngerasa aneh ga sama Qiandra akhir-akhir ini?"

Shaka itu maniac alkohol. Ia biasanya hanya akan minum jika merasa benar-benar lelah ataupun stress.

Sebenarnya, sudah sejak lama ia tidak mengonsumsi minuman ini. Tetapi kelakuan Qiandra yang benar-benar berbeda sangat menganggu pikirannya akhir-akhir ini.

"Menurut lo?" Cowo itu justru balik bertanya.

Shaga itu memang dingin, tetapi jika hanya berdua bersama kembarannya, cowo itu jadi lebih sedikit terbuka.

"Kalau bukan karena wajahnya sih, gue yakin dia bukan Qiandra, sifatnya bener-bener berbeda 180°, gue kira awalnya mungkin efek amnesia, tapi makin kesini ... gue makin ragu," ucapnya dengan memelankan kata diakhirnya.

"Kalau seandainya dia bukan Qiandra, apa reaksi lo?" Shaga membuang tisunya yang sudah penuh darah.

Ia lalu membuka kotak P3K pemberian Shaka, mengeluarkan kapas dan sebuah obat khusus luka.

Shaka mengerutkan keningnya, ia memposisikan tubuhnya agar menghadap Shaga. "Kok lo nanya gitu?"

"Penasaran aja. Kata lo kan, dia kayak bukan Qiandra."

Shaka mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda mengerti. Ia kembali berbalik menghadap balkon yang langsung menampakkan pemandangan kolam renang dilantai bawah. Ia terlihat berpikir.

"Ga kenapa-napa." Ia terdiam sebentar sebelum melanjutkan ucapannya kembali. "Sejak awal gue nganggep dia ada karena dia masih punya hubungan darah sama gue, bukan semata-mata karena dia seorang 'Qiandra'."

"Lagipula kalau dia emang bukan Qiandra, ga akan ada yang berubah. Dia tetep sedarah sama gue."

Shaga menganggukan kepalanya pelan.

"Kalo lo sendiri?" Shaka berbalik bertanya.

"Ga kenapa-napa juga." Shaka mengerutkan keningnya menatap Shaga. "Karena itu mustahil."

"Anjing lo!" Shaka mengumpat kesal. Ia memukul pundak saudaranya itu. "Trus ngapain lo nanya gue?!"

Shaga terkekeh kecil, "Kan penasaran doang."

"Dah sana, gue mau tidur," usirnya pada Shaka.

"Yeu, diajak ngobrol juga," cibir Shaka kesal membuat Shaga sedikit tersenyum. Tapi tak urung cowo itu tetap meninggalkan Shaga sendirian disana.

Seventeen but Fifteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang