Orion menggigit Ichigo Sandwich yang berada ditangannya dengan tenang. Pria itu tampak menikmati sarapan paginya yang ia beli dari Qiandra saat ini.
Akhir-akhir ini, hampir setiap hari ia sarapan dengan strawberry, entah itu kue ataupun makanan lainnya.
Orion bukanlah seorang maniac strawberry seperti Qiandra, tetapi ia juga bukan tipe orang yang tidak menyukai strawberry. Jadi baginya ini tidak masalah.
Kepala Orion menoleh kesamping begitu menyadari Shaka yang memasuki kelas dengan sebelah tangannya yang juga memegang Ichigo Sandwich.
"Lo beli juga?" Pertanyaan itu seketika keluar dari bibir Orion, ketika Shaka mendekat ke mejanya.
Shaka mengangguk. Ia menaruh tas nya diatas meja. Memang, ia juga membeli bekal yang harganya 70 ribu itu dari Qiandra. Tidak murah memang, tapi tidak apa-apa.
"Fisika lo udah? Bagi dong." Pinta Shaka sembari mengeluarkan buku fisikanya.
"Kenapa ga minta Shaga?" Tapi tak urung cowo itu tetap mengeluarkan bukunya dari dalam laci.
"Males ah, ntar yang ada gue diceramahin," Shaka menatap Shaga yang juga baru masuk kedalam kelas. Tanpa peduli lagi, ia segera menyalin buku tugas Orion ke dalam bukunya.
Shaga hanya menatap sekilas Shaka, kemudian duduk disamping cowo itu. Ia mengeluarkan ponselnya dan sibuk berselancar disana.
"Qiandra suka apa?"
Shaka menoleh pada Shaga. Tangannya yang sedang menulis itu seketika berhenti sebentar. Kemudian cowo itu menatap kebelakang, dimana Orion sibuk dengan ponselnya serta sebelah bangkunya yang seharusnya ada Revan itu kosong. Kursi Ken juga kosong yang artinya dua orang itu belum datang.
Shaga menoleh pada Shaka. "Lo ga tau?"
Shaka kembali menatap Shaga. "Lo nanya gue?"
Shaga berdecak. Shaka tertawa.
"Sorry-sorry, tapi ngapain lo nanya tentang dia?"
Shaga tampak berpikir sebentar. Ia hendak mengeluarkan isi pikiran yang akhir-akhir ini terus mengganggunya, tetapi tidak jadi. Jadi yang keluar dari mulutnya hanyalah, "Kepo!"
Shaka mencelos. Kenapa kembarannya sekarang ini justru ketularan Qiandra?
"Tau ga?" Desak Shaga kembali.
Shaka kembali terfokus pada pertanyaan Shaga. Ia tampak menimang sebentar. Matanya tertuju pada sandwichnya yang hampir habis. "Strawberry?"
"Susu strawberry!"
***
Hanya dengan diterangi sinar bulan, mata Zora sama sekali tidak lepas dari komputer dihadapannya. Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, tapi Zora sama sekali tidak berminat beranjak dari tempak duduknya sekarang.
Kamar itu hening, hanya terdengar ketukan keyboard yang beradu dengan jari-jari manis Zora. Hawa terasa mencekam karena angin malam yang terus masuk dari jendela kamar Qiandra.
Tapi Zora tampak tak peduli. Ia terus-terusan sibuk membedah isi komputer Qiandra. Mencari informasi apapun yang bisa ia dapatkan.
Kali ini ia mengerti, ada satu hal yang perlu ia lakukan dalam tubuh Qiandra ini. Karena dengan hal ini, ia bisa mencapai dua tujuan sekaligus.
Kembali ke tubuh aslinya dan mengancurkan keluarga itu diam-diam.
Ia tidak peduli jika ia akan ribut dengan Qiandra nanti sekalipun. Syukur-syukur jika gadis itu masih hidup sampai sekarang. Ia jadi sedikit penasaran kemana ia sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen but Fifteen
Teen FictionKalau saja ia tidak menuruti mamanya untuk pergi ke supermarket, mungkin saat ini ia tidak akan terjebak didalam tubuh orang lain. Zora Anindithya, gadis berumur 17 tahun itu tidak pernah menyangka bahwa kecelakaan tersebut membuatnya pindah ke da...