09. Zico Arkana

64.7K 11K 524
                                    

"Zico?" gumamnya kecil.

Ketika melihat Zico yang akan pergi dari sana, Zora cepat-cepat membereskan obat-obatannya yang berserakan dilantai.

Tidak lupa mencabut ATM dan uangnya yang sudah keluar, ia langsung berlari mengikuti Zico.

Ia sedikit berdecak kesal ketika Zico yang terus melangkahkan kakinya dengan cepat dan terburu-buru itu.

Tidak tahukah ia kalau kaki Qiandra ini benar-benar pendek? Ia bahkan harus sedikit berlari pelan demi tidak menimbulkan suara apapun.

Langkah Zico membawa Zora menuju sebuah lorong yang sedikit remang-remang. Zora menatap sekitar lorong itu.

Ia baru menyadari bahwa ini adalah rumah sakit milik ayah kandungnya sendiri. Tetapi keningnya mengkerut ketika menyadari kemana Zico berjalan.

Ini adalah bangsal VVIP dengan perawatan khusus. Hanya orang-orang kaya dengan penyakit serius yang bisa dirawat disini.

Lantas, siapa yang sedang Zico kunjungin pada pukul 2 dini hari seperti ini?

Tapi ketika ia berbelok, ia tidak menemukan Zico lagi. Cowo itu menghilang. Hanya ada pintu otomatis yang hanya bisa diakses menggunakan kartu khusus didepannya.

Kalau seperti ini, ia tidak akan bisa masuk. Dengan wajah kecewa, ia hanya bisa menghela nafas sembari menatapnya kesal.

Ya sudahlah, mungkin besok saja ia baru menemui Zico kembali. Ia berbalik hendak meninggalkan rumah sakit, tapi sebelum itu sebuah tangan sudah mencekal pergelangan tangannya.

"Siapa lo?!"

"Ah!" Zora kaget tapi kemudian bernafas lega, untung saja bukan hantu yang mencekal tangannya.

"Lo ngikutin gue?" Tanya cowo itu kembali.

Zora menaikkan pandangannya menatap wajah cowo itu, Zico Arkana.

Gadis itu tertegun. Dihadapannya, seorang lelaki dengan badan yang terlihat kurus, mata sayu, rambut acak-acakan, muka yang terlihat pucat, terlihat seperti sesorang yang tidak terurus.

"H-hah?" Hanya itu reaksi yang bisa Zora berikan.

"Gue perhatiin lo dari kantin tadi, keliatan banget lo ngikutin gue, maksud lo apa?" Tanyanya dengan menuntut.

"G-gue ga ada maksud apa-apa kok, m-mungkin kebetulan aja tadi," balas Zora tergagap.

Sial! Kenapa ia jadi gugup sekarang?

Gadis itu berusaha melepaskan cekalan Zico yang terasa sedikit sakit ditangan mungilnya.

"Kebetulan banget ya, sampe bisa masuk keruang VVIP ini?" Zico menatapnya dengan tajam.

"Gue cuman kesasar! Gue pikir lo bakal keluar dari sini, makannya ngikutin lo!"

"Oh ya? Emangnya lo ga bisa baca tulisan exit ya dari kantin?" Zico terus menuntut nya untuk mengaku.

Zora mengerjap, ia jelas tau sifat Zico yang selalu punya seribu jawaban diotaknya. Kalau Zora saja adalah tipe orang yang tidak mau mengalah, apalagi kakak kembarnya yang satu ini?

"G-gue, gue—"

"Lepasin tangannya."

Zora berbalik, ia menatap Gio yang sudah bersedekap dada dari ujung lorong. Kemudian sudut bibirnya naik keatas. Wah, kakaknya yang satu ini selalu menjadi penyelamat keduanya setelah Zico.

"Dia baru aja masuk UGD, jadi mungkin sedikit linglung," Gio mendekati Zora, kemudian menarik tangan gadis itu supaya bisa lepas dari cengkraman Zico.

Zora mengumpat dalam hati. Ia masuk UGD karena alergi, bukan karena jatuh dari atas tangga yang bisa membuatnya linglung!

Seventeen but Fifteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang