Beberapa hari kemudian, Shaka sudah jauh terlihat lebih baik. Dia sudah pulang dari rumah sakit sejak kemarin, dan hari ini dia sudah berangkat sekolah dengan mengendarai mobilnya sendiri.
Cowo itu memutar-mutar kunci mobil barunya menggunakan telunjuk, memasuki kelas yang sudah lumayan padat.
Kalau tau terjadi pengeroyokan malam itu, seharusnya ia tidak menggunakan mobil kesayangannya kemarin.
Mobil merah metalik kesayangannya jadi harus masuk ke bengkel akibat bempernya yang penyok. Jadi terpaksa ia harus membeli mobil yang baru.
Sorot matanya tidak sengaja jatuh pada teman-temannya serta Shaga yang sudah berkumpul memutari meja Orion. Kakinya melangkah mendekat.
"Ngapain kalian?" Tanyanya mengalihkan perhatian keempat laki-laki itu.
"Dah sehat bro?" Tanya Ken pada Shaka.
Shaka mengangguk. Matanya kemudian terfokus pada kotak styrofoam yang berada diatas meja Orion.
Shaka tersenyum miring. Tanpa bertanyapun ia sudah tau dari siapa kotak itu berasal.
"Coba buka," perintahnya pada Orion.
Tangan Orion naik, ia hendak membuka kotak tersebut.
"Nih kalo kali ini enak, gue lari keliling lapangan 10X," Revan tiba-tiba membuat taruhan, membuat tangan Orion terhenti diudara.
"Tapi kalo ga enak, lo mesti traktir gue hari ini dikantin sepuasnya," lanjutnya kembali, membuat kepala Orion tertoleh pada cowo itu.
"Oke."
Kelima cowo itu saling mengelilingi meja Orion, menunggu apa isi bekal tersebut. Dan begitu dibuka ...
"Pft!" Revan menutup mulutnya berusaha menahan tawanya yang sudah memaksa untuk menyembur."HAHAHAHAHA!" Tawa renyah Shaka keluar begitu saja menarik perhatian orang-orang dikelas. Ia berjongkok sembari menepuk-nepuk kursinya tidak kuat.
Orion menginggit bibir bawahnya dengan masam. Melihat tampilannya saja, sepertinya ia harus merelakan uang jajannya habis karena porsi makan Revan yang seperti kuli itu.
"Emang ga habis pikir gue sama tuh anak," Ken menggeleng-gelengkan kepalanya speechless.
"Jangan lupa ya bro, sepuasnya," ledek Revan seraya menepuk bahu Orion yang menatap kue itu dengan sedih.
Ia benar-benar terlihat percaya diri dengan taruhannya.
Tangan Orion bergerak naik mengambil sendok yang tersedia. Ia menyedok kue tersebut kemudian menatapnya lamat.
Ia sedikit ragu untuk mencoba kue tersebut. Telor ceplok kemarin cukup membuatnya sedikit trauma.
Dengan wajah yang terpaksa, cowo itu perlahan-lahan memasukkan sesendok kue itu ke dalam mulutnya. Keempat lainnya menunggu reaksi cowo itu yang sedang mengunyah sembari memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen but Fifteen
Teen FictionKalau saja ia tidak menuruti mamanya untuk pergi ke supermarket, mungkin saat ini ia tidak akan terjebak didalam tubuh orang lain. Zora Anindithya, gadis berumur 17 tahun itu tidak pernah menyangka bahwa kecelakaan tersebut membuatnya pindah ke da...