14. Terjebak & Takut

12 0 0
                                    

"Kamu siapanya pak Kenzo sih, kenapa deket-deket terus. Simpanannya ya?"

"Lagian, kalau emang dia simpanannya pak Kenzo, masa iya mau sih? Pak Kenzo mainannya banyak lho... yakin mau jadi simpanan ke sekian kalinya?"

Aku diam. Di depanku, ada bu Alma dan bu Vina yang asik mengajakku ngobrol namun tidak tahu apa yang dibicarakannya sedari tadi. Mungkin, ini hanya sebuah topik yang membuat mereka semakin terus menyambungkan pembicaraannya dan membuat mereka lebih segar ketika menanyakan perihal ini.

Tetapi bagiku sendiri, ini semua justru bukan obrolan yang penting-penting sekali ketika hal yang dibicarakan adalah suamiku sendiri. Aku tidak mengelak ketika suamiku diberitahu seperti itu, apalagi ketika aku dibilang simpanan suamiku sendiri, itu sungguhlah tidak wajar sama sekali.

Di ruangan bu Vina, sewaktu aku habis mengantarkan berkas untuk ditandatangani oleh kepala pimpinan, bu Vina mengajakku untuk duduk sebentar lalu datanglah bu Alma ke ruangan ini. Aku sangat senang karena mereka mau mengajakku ngobrol-ngobrol sebentar, walaupun aku sangat tidak menyukai sikapnya sama sekali.

"Tunggu deh sebentar... kalau emang dia simpanannya pak Kenzo, kamu harus pinter-pinter ngerayu dia lho. Dia kan gampang dirayu sama siapa aja, apalagi sama bu Alma. Yakan bu?" cetus bu Vina yang dibarengi gelak tawa dari bu Alma.

"Jujur ya bu Vina, kalau diinget-inget soal pak Kenzo yang pergi sama saya, saya suka kangen-kangennya gimana gitu. Soalnya bukan apa-apa bu, pak Kenzo baiknya keterlaluan. Masa saya nggak mau apa-apa, sepanjang jalan ditawarin mulu. Lucu kan?"

Aku panas mendengar perkataan bu Vina dan juga bu Alma yang berbicara seperti itu, terhadap suamiku sendiri. Aku semakin diam. Tetap sabar agar obrolan ini akan segera selesai, dengan percaya diri dan tidak mau membuat bu Vina dan bu Alma curiga terhadap ku, aku memberikan senyuman sebagai menanggapi obrolan mereka sedari tadi.

"Oh iya ya, kayaknya seru juga tuh bu. Gimana kalau seandainya pak Kenzo udah punya istri, bahkan, gimana juga kalau pak Kenzo sudah memiliki seorang anak?" tanyaku agar mengalihkan perhatian mereka yang terus meneliti tubuhku seperti itu.

Bu Alma menatap bu Vina, "Saya sih nggak yakin ya, bahkan, saya juga nggak peduli tuh kalau seandainya pak Kenzo punya keluarga. Yang penting, kalau pak Kenzo nya senang sama saya, saya kenapa nggak welcome gitu. Iyakan bu?"

Aku sudah tidak sabar lagi dengan pembicaraan mereka. Jujur, dalam hatiku, aku sangat sakit hati dengan perkataan mereka yang menanggapi suamiku mempunyai simpanan dan juga, mereka senang senang saja kalau suamiku juga senang terhadap mereka berdua.

Mengambil pasokan oksigen begitu banyak, aku berusaha menghembuskan nafas perlahan-lahan agar mereka tidak mendengar bahwa ketidaksukaan ku terhadap mereka berdua.

"Bu, permisi sebentar ya, saya kesini cuma mau minta tanda tangan pak Hendra dengan cepat. Soalnya saya juga takut dicariin sama Manajer saya bu. Tolong ya bu, dipercepat."

Bukannya menanggapi perkataanku, bu Vina justru menertawai ku dengan kekehan-nya dan mengembalikan laporan ku dengan sedikit hentakan.

"Kok kamu jadi nyuruh-nyuruh saya ya? Kamu itu sekretaris baru, bukan atasan saya yang asal main nyuruh-nyuruh gitu aja. Paham nggak!?!" balas bu Vina yang menghentak ku begitu saja.

Aku paham. Mengangguk setuju dan mengambil laporan itu dengan memberikan sedikit senyuman. "Iyaudah, nggak papa bu. Saya banyak terima kasih sebelumnya karena bu Vina dan bu Alma mau mengajak saya berbincang. Kalau begitu, saya permisi ke ruangan saya dulu ya bu."

Aku bangkit dari sofa. Membawa laporan di tanganku, nafasku kembali ku hembuskan dan kedua kakiku mulai meninggalkan ruangan.

"Kalau saya lihat-lihat, kayaknya kamu cocok juga jadi simpanan pak Kenzo, bu Juniatha. Siapa tau, ibu juga beruntung kayak saya, yang pak Kenzo sendiri senang sama saya."

HARIAN JUNIATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang