Hari ini, aku memulai pekerjaanku di perusahaan milik mertua dan tempat suamiku bekerja. Sampai setengah jam yang lalu, aku duduk di sebuah kursi yang tidak jauh dari jangkauan suamiku tengah memainkan komputernya.
Aku lupa bercerita bahwa aku sudah diperbolehkan suamiku untuk bekerja di kantor dan menjabat sebagai sekretaris barunya. Dia mau menerimaku dengan baik sekaligus aku ini adalah istri sah dan istri kesayangannya.
Aku akan cerita kepada kalian semua yang membaca, bahwa aku membuat komitmen dengan suamiku ketika aku sudah bekerja di kantor tempat suamiku bekerja. Yang pertama, aku sudah menyepakati untuk tidak berangkat ke kantor bersama-sama.
Iya, aku tau, aku ini istri sahnya. Namun aku hanya tidak mau ketika orang lain atau orang-orang di kantor mengetahui bahwa aku ini istri dari sang Manajer dan menantu dari pemilik perusahaan itu. Aku hanya takut dibenci semua orang, karena aku diberikan jabatan penting tanpa melakukan sesi wawancara atau diberi waktu untuk masa training selama satu minggu penuh.
Aku tidak tau kenapa pemikiran ku seperti ini mengenai diriku sendiri. Tapi aku memahami situasi kantor agar tidak terjadi omongan apa-apa dan aku juga akan bisa bekerja dengan tenang tanpa orang lain mencurigai diriku terus.
"Eh, ada ibu negara masuk ke kantor saya... eh? kantor suami ya, hehehehe. Gimana nih perasaannya, setelah suami udah ngizinin untuk jadi sekretaris barunya? Seneng donggg?!?" Alvaro datang mengganggu ketika aku baru saja ingin menyalakan komputer.
Dengan mencubit lengannya, aku membesarkan pupil mata kepada Alvaro dan menyalakan komputer. "Jangan keras-keras deh ngomongnya. Gue nggak mau orang kantor pada tau, kalau gue ini istrinya Kenzo. Awas ya lo!"
"Dih, kenapa coba!? Bukannya seneng lo ini istrinya dia, tapi kenapa lo ngancem gue supaya jangan kasih tau siapa-siapa? Lo sakit Ni?" katanya yang memegang dahiku.
Menepis tangannya dan menghembuskan napas begitu geram, aku menatap Alvaro lekat-lekat. "Pokoknya awas ya kalau sampai orang lain tau masalah ini. Gue nggak mau temenan sama lo lagi!"
Alvaro duduk di sebuah sofa kecil didekat meja kerjaku. Dengan sangat tidak enak hati kepada Alvaro mengenai permasalahan ku untuk menyembunyikan perihal ini, aku mengambil sebuah berkas baru yang tergeletak diatas mesin CPU untuk mengalihkan pandangan ini dari laki-laki itu.
Sudah dua hari aku menghabiskan waktu ku demi mempelajari tugas-tugas sebagai seorang sekretaris yang baik. Karena waktu sekolah ku gampang sekali menghapal sesuatu dan mendapatkan juara tiada hentinya, jadi aku bisa menguasai apa saja yang dilakukan sekretaris ketika mendapatkan tugas untuk mengerjakan sebuah berkas.
"Pak Hendra belum dateng. Apa nanti dia bakalan umumin lo sebagai sekretaris yang baru dari suami lo sendiri?" tanya Alvaro dan akupun menganggukkan kepala.
"Terus, lo udah paham nih... lo musti ngelakuin apa sama berkas itu?" ternyata Alvaro meragukan kemampuanku ketika aku baru saja menjadi seorang sekretaris Manajer. "Var, gue tuh nggak bodoh bodoh banget ya. Lo tuh udah mulai rese deh!"
Dia terkekeh pelan, "Bukannya berpikiran yang kayak gitu ya. Tapi kan, lo emang baru aja jadi sekretaris seorang Kenzo Damar, Ni. Yaaa siapa tau, lo emang bener-bener nggak tau soal berkas itu. Bener kan?"
"Sama sekali nggak! Gue tuh paham soal beginian. Nih ya, gue kasih tau. Berkas yang gue pegang ini, cuma butuh tanda tangan dari dia abis itu gue musti kasihin ke pak Hendra. Beres kan?" ucapku yang membuat Alvaro terlihat membingungkan.
Aku menyerahkan berkas yang ku pegang kepadanya. "Kalau lo nggak percaya, coba aja lo periksa sendiri. Nih?" balas ku yang masih memegang berkas untuk dilihat oleh Alvaro.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARIAN JUNIATHA
Chick-LitSequel JUNI & JULI. Aku paham, kenapa bisa orang lain begitu bebasnya merasakan kebahagiaan. Tidak denganku, apalagi dengan suamiku-Kenzo Damar. Ini cerita kelanjutan dari kisah lamaku bersama dengan Juliano Aldebaran. Jujur, aku memang tidak bisa...