10. Lelah

41 2 0
                                    

"Kalau kau ingin bekerja disini, lakukan dengan baik! Kau ini kan, sekretaris baru yang selalu di bangga banggakan oleh pak Hendra—juga dengan pak Kenzo. Lalu kenapa perbuatanmu memalukan seperti ini!?!"

"Saya minta maaf bu. Lain kali, saya akan teliti dalam mengatur jadwal Manajer dan memberikan berkas yang sesuai kepada ibu."

"Ini sudah kedua kalinya kau melakukan kesalahan, apa pantas seorang sekretaris salah mengetik laporan penting seperti ini? Lima menit lagi, laporan kerjasama dengan Source akan diberikan kepada pak Hendra. Namun, kau justru menghancurkannya seperti ini!"

Sudah satu bulan, ketika aku menjadi seorang sekretaris Manajer dari suamiku dan bekerja di perusahaan mertuaku. Aku salah mengerjakan laporan kesekian kalinya lagi. Dimarahi oleh bu Vina seperti beberapa hari yang lalu, pandanganku hanya menunduk menatap sebuah berkas yang sudah lusuh dan juga tidak beraturan bentuknya.

Sudah mati-matian lembur semalaman, aku harus mendapatkan hasilnya yang seperti sia-sia. Tidak tahu kenapa, pengerjaan laporan yang selalu tidak sesuai menurut bu Vina, hatiku terasa begitu sakit dan hanya mendenguskan napas perlahan-lahan.

Bu Vina adalah sekertaris penting di kantor ini. Pak Hendra sudah mempercayainya selama bertahun-tahun, yang aku sendiri mendengarkan bahwa bu Vina begitu baik dan selalu bijaksana dalam mengerjakan pekerjaan kantor.

Wajar kalau memang laporan ku jelek dan tidak sesuai yang diharapkan bu Vina, untuk lebih teliti dan baik sesuai ekspetasinya. Kali ini aku gagal lagi. Pandangan bu Vina terhadap diriku, aku hanya bisa menarik sudut bibirku dan mengambil laporan kusut diatas mejanya.

"Akan saya perbaiki dalam waktu yang dekat. Saya akan berusaha semaksimal mungkin, untuk membuat ulang laporan ini sebelum pak Andre datang ke kantor."

"Tidak perlu. Percuma saja saya memintamu untuk membetulkan laporannya dan hasilnya akan tetap sama nantinya. Kalau kau ingin menjadi seorang sekretaris yang baik dan ingin membanggakan perusahaan ini, kau harus lebih banyak belajar sebelum kau benar-benar menjadi sekretaris dari seorang Manajer perusahaan!"

Aku menganggukkan kepala seraya mengulas senyuman. Perkataan bu Vina ada benarnya juga. Semestinya kalau aku ingin bekerja dengan baik di perusahaan ini, aku bukan menjadi seorang sekretaris, yang benar-benar dimulai dari nol tanpa ada pengalaman kerja satupun.

"Sekali lagi saya minta maaf mengenai laporan kali ini. Saya akan berusaha lebih teliti lagi dan tidak akan mengulangi kejadian ini dihari esok. Kalau begitu, saya permisi dulu, bu."

Bu Vina menganggukkan kepalanya, setelah itu dia tidak menjawab perkataan ku dan terlebih lagi bu Vina langsung menggerakkan jari jemarinya mengetik keyboard.

Keluar dari ruangan bu Vina dengan membawa laporan kusut buatanku, aku melihat pandangan dari karyawan dan karyawati yang menatapku dengan tatapan biasa. Sedikit demi sedikit sudah mengenal mereka semua, aku menganggukkan kepala ku sedikit dan memberikan mereka senyuman.

"Siang bu Juni," dari arah kanan, seorang karyawan dan karyawati menegorku begitu lembut. Aku menganggukkan kepala, "Siang juga, semua."

Setelah itu, aku melangkahkan kedua kakiku pergi dari depan ruangan sekretaris pak Hendra. Dengan tatapan menunduk, entah kenapa hatiku benar-benar sakit mendengarkan ucapan bu Vina tadi.

Apa aku harus mundur dari jabatan ku kali ini? Walaupun aku ini istri dari sang Manajer, aku tidak perduli kalaupun aku harus bekerja sebagai karyawati biasa saja. Karena pada dasarnya, semua perkerjaan itu sama saja bukan? Hanya orang petinggi saja, yang suka membeda-bedakannya tidak berselera.

Menekan tombol lift nomor 6, aku menunggu pintu lift terbuka dengan memijat kening kepalaku yang begitu berputar. Kepalaku mulai pusing lagi. Melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, ternyata sudah pukul satu siang.

HARIAN JUNIATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang