3. Dia Mulai Berubah

35 4 1
                                    

Sudah sejauh ini, aku masih tidak mengerti apa yang membuat suamiku terus menekuk wajahnya dan juga menatapku begitu datar. Awalnya aku terus berpikir bahwa ada sesuatu yang membuat hatinya marah, namun enggan untuk dilupakan dengan aku harus mengetahuinya saat itu juga.

Biasanya dia tidak terlalu seperti ini, bahkan aku bisa selalu menebaknya bahwa dia sedang marah kepadaku lalu apa penyebabnya aku membuat dia marah seperti itu. Berusaha untuk tidak memperdulikannya karena aku selalu mengurusi pekerjaan rumah, tetapi dia yang membuatku selalu menghembuskan napas berkali-kali.

Andai kata aku adalah peramal yang bisa menebak pikirannya lewat telapak tangannya, mungkin aku juga bisa menemukan solusinya untuk menyembuhkan masalah suamiku. Namun, itu tidaklah mungkin karena aku hanya seorang istri yang mengurusi rumah tangga.

"Kalau setiap hari kamu begini terus, aku bisa apa, Zo?" aku bertanya ketika sedang memasangkan dasi untuknya. Dalam diamnya yang terlalu lama seperti itu, aku bingung mengenai masalah kekanak-kanakan yang saat ini ada pada dirinya.

Aku mau menebaknya sedikit. Ketika seseorang sedang menyembunyikan sesuatu dan tidak mau memberitahunya sama sekali, pasti kalian akan mencurigainya hari itu juga bukan? Pasti iya. Sama seperti apa yang sedang aku rasakan kali ini. Kenzo sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak boleh aku ketahui.

Kenapa aku selalu menebaknya tanpa bukti yang nyata? Yaaa karena aku selalu curiga disetiap hari, mengenai apa yang selalu dia tunjukkan kepadaku. Aku berhak mencurigainya tanpa aku menunjukkan bukti terhadapnya.

Selesai memasangkan dasi lalu memakaikan jas berwarna abu-abu, aku bergegas mengambil parfume kesukaannya dan menyemprotkan sedikit agar tidak terlalu mencolok untuk memikat aroma kepada perempuan lain.

"Nggak perlu bawa bekal lagi kan?" dia masih saja diam. Aku terus saja kesal karena saat ini dia seperti tidak mendengarkan ucapanku. Tidak apa-apa, aku tidak mau banyak menuntut walaupun dia suamiku.

Aku tidak suka cara dia menunduk dan tidak menatapku ketika berbicara. Selesai memakaikan parfume dan menyimpan ketempat semula, aku meninggalkan dia pergi setelah meletakkan sepatu didekat meja rias. Kalaupun aku akan tetap berdiri dihadapannya, toh dia juga tidak akan berbicara kepadaku saat aku bertanya kepadanya.

Setelah turun kebawah karena kamarku berada di lantai dua, aku menyiapkan segelas susu dan roti selai cokelat diatas meja makan. Bagaimanapun reaksi kesal ku terhadapnya, aku akan tetap menyiapkan apa-apa yang harus kulakukan untuknya.

Setelah sudah, aku tidak menemaninya untuk sarapan. Tidak repot lagi untuk menyiapkan bekal karena, sudah tiga hari dia selalu enggan untuk membawa bekal yang aku buatkan untuknya. Aku juga tidak masalah untuk itu—dengan sesuatu hal yang aku curigai ketika dia menolak disaat aku ingin menyimpan bekal didalam tas jinjing berukuran mini.

Aku duduk disofa ruang tamu. Merebahkan tubuhku karena mendadak kepalaku pusing bukan main, lalu menekuk kedua kakiku. Ketika ingin mengambil bantal sofa agar aku bisa memeluknya, suamiku bergegas melewati ku tanpa aku terbiasa untuk mengecup punggung tangannya dan dia mengecup juga punggung tanganku.

Ada rasa kecewa ketika sifat suamiku sepertinya berubah. Dari pertama aku bilang, sifatnya membuat aku menghembuskan napas berkali-kali. Ternyata benar apa kata mamah, hidup berumah tangga tidak seperti hidup pertama kali berpacaran. Semuanya bisa berubah dengan waktu yang begitu cepat. Dannn—ya, mamahku benar.

Kenzo yang aku kenal, bukanlah Kenzo yang pertama kali aku cintai dengan sepenuh hati. Sebuah kata yang aku benci disetiap hari, kini terwujud begitu nyata dan aku menerimanya dengan tangan terbuka. Aku bukannya bodoh dalam menghadapi masalah rumah tangga.

Namun aku hanya tidak mau bahwa aku lemah dan tidak menyelesaikan masalah dengan sendirinya. Dari dulu aku boleh mengadu kepada beberapa orang, tapi sekarang, aku tidak boleh seperti itu. Masalah rumah tangga ku, hanya aku dan suamiku yang boleh menerimanya. Lalu orang lain, terutama keluargaku dan keluarga suamiku—juga tidak boleh mengetahuinya.

HARIAN JUNIATHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang