Setiap pagi, dan setiap hari seperti biasanya. Aku terbangun dengan melihat wajah lusuh dari suamiku begitu bahagianya. Menyentuh wajahnya adalah hal yang paling aku suka, ketika matanya masih terpejam namun bibirnya menyimpulkan senyuman. Aku berharap akan terus seperti ini, ketika ada yang lebih bermakna dengan hadir ditengah-tengah keluarga kami.
Suamiku benar-benar lucu. Matanya tetap terpejam tapi bibirnya masih bisa dimajukan. Dia ingin menciumku dalam tidurnya. Selalu saja seperti itu, jika aku benar-benar enggan menerima bibirnya untuk menyentuh pipiku ataupun bibirku juga. Dia pernah mengatakan kepadaku ketika aku tidak mau dicium olehnya; aku udah sikat gigi semalem, bahkan aku juga udah kumur-kumur pake penyegar mulut.
Menggemaskan. Dari pertama kenalan, sudah menggemaskan sampai sekarang. Hadiah disetiap paginya, yang paling dia suka dan paling dia tunggu dari semalam; mencium seluruh wajahku. Tidak tau kenapa, aku merasa tidak enak karena dia selalu berbuat manis kepadaku disetiap pagi hari.
Bukannya tidak biasa, ataupun merasa aneh karena wajar, aku sudah berumahtangga dengan dirinya. Aku hanya teringat dengan suatu kejadian yang membuatnya pupus harapan. Waktu menikah dulu, dia selalu menyemangati ku kalau aku pasti bisa melakukan itu. Tetapi suatu hari, aku belum bisa melaksanakan tugas sebagai istri yang baik, untuk menjaga calon bayiku dengan dirinya.
Ah, jika diingat lagi, rasanya aku tidak becus menjadi seorang istri yang solehah. Sudah diberikan keturunan, justru disia-siakan. Memang belum rezekiku waktu itu. Jadi... sudahlah, aku tidak mau mengingatnya lagi. Padahal aku sudah mengikhlaskan karena calon bayiku, lebih dulu disayang oleh Tuhan.
"Good morning, istriku yang cantik disetiap harinyaaa!" pekiknya yang membuatku terkaget bukan main. Lantas memberikannya senyuman, lalu memejamkan mata agar suamiku tidak curiga bahwa aku masih memikirkan calon bayiku yang sudah dipanggil oleh Tuhan. "Morning too, suami ter-gantenggg!"
"Kenapa kamu selalu cantik sih? Kan aku jadi gemes gituuu! Hmmm, boleh aku cium kan?" sekarang dia meminta izin terlebih dahulu. Biasanya langsung saja bablas dan membuatku kesal bukan main. Memang ada saja cara dia yang membuat hatiku berdesir, ketika dia meminta itu namun aku tolak karena tidak mau. "Kok diem sih? Gimanaaa. Boleh?" tanyanya lagi.
Aku sayang sekali dengan suamiku. Berharap bahwa aku istri yang memberikan seluruh kebahagiaanku untuknya, aku akan tetap memberikan apa yang seharusnya aku berikan kepadanya. Aku pun mengangguk memperbolehkan. "Iya, boleh."
Selepas aku mengatakan, dia langsung menarik kepalaku untuk lebih dekat dengan wajahnya. Bibirnya mulai menyentuh keningku, kedua pipiku, lalu mulai merambat menarik bibir bawahku.
Begitu banyak cinta, yang diberikan oleh suamiku namun aku selalu menghancurkannya. Aku memang istri yang tidak tau diuntung. Bahkan, seharusnya aku selalu menerima disetiap hari—bukannya menyia-nyiakan apalagi menolaknya dengan menggelengkan kepalaku.
Cukup lama bibir kami saling menyentuh lalu mengulum. Setelah kira-kira lima menit lamanya, dia melepaskan pagutannya lalu menatap wajahku. "Jangan sedih. Kita bisa berusaha lebih baik lagi, dan mudah-mudahan kamu bisa menjadi bunda lagi. Aku tetap sayang sama kamu, apapun kondisinya."
Lagi, dia terlalu baik sekali. Aku bisa apa kalau dia sudah berbicara seperti itu—dan membuat seluruh tubuhku seperti melayang diudara lepas? Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan, karena masih memperbolehkan ku untuk menatap wajahnya dan membiarkan aku bertugas sebagai seorang istri kebanggaannya.
Aku beruntung sekali memiliki suami seperti Kenzo. Dari awal kami menjalani hubungan, dia tidak pernah menyakiti hatiku apalagi membuatku menangis karena kesalahannya. Karena dia sangat menghormati ku sebagai istri kesayangannya, aku memberanikan diri mengecup bibirnya dan memberikan senyuman lagi kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARIAN JUNIATHA
ChickLitSequel JUNI & JULI. Aku paham, kenapa bisa orang lain begitu bebasnya merasakan kebahagiaan. Tidak denganku, apalagi dengan suamiku-Kenzo Damar. Ini cerita kelanjutan dari kisah lamaku bersama dengan Juliano Aldebaran. Jujur, aku memang tidak bisa...