𝟏𝟎. Ignore

8.3K 948 361
                                    


Hai, gais, aku mau tanya dong.
Kalian kelahiran tahun berapa, sih?
Semoga dijawab, ya, terima kasih.



Selamat membaca!



Aku duduk di ayunan siang hari itu. Ayunan di halaman belakang rumah kami. Menikmati angin yang berdesir, menerbangkan helaian rambut di dahiku.

Aku melihat banyak bunga indah di depanku. Mawar, bunga matahari dan beberapa jenis anggrek terawat dengan baik. Pemandangan itu membuatku sangat tenang.

Ting! Ting!..

Bel rumah berbunyi.

Aku menoleh pelan, lalu beranjak berdiri.

"Kami baru saja menikah, Pak!" teriak Chenle diluar. Sontak aku kaget dan berlari ke ruang tamu.

Mendapati beberapa orang berpakaian seragam sedang berbicara dengan Chenle.

Aku berjalan mendekatinya. "Maaf, ini ada apa?"

"Selamat siang, nyonya. Apa kau bernama Kim Ayara?"

Aku sedikit mengerutkan dahi, "Iya, Zhong Ayara" sahutku sambil melirik Chenle.

"Oh, maaf.

..Baiklah, Nyonya Ayara. Kami harus segera membawamu ke kantor kepolisian sekarang juga, untuk mendapat kesaksian tentang kasus pembunuhan di acara pernikahanmu"

"Tapi bukan salah kami jika ada yang tewas di acara pernikahan!" Sela Chenle lantang.

Semua orang menoleh kepadanya.

"Kami mohon maaf, tuan. Tapi kami hanya memerlukan istrimu untuk memberi kesaksian saja. Anda tidak perlu khawatir"

"Pak, apakah pelakunya telah ditemukan?" tanyaku.

"Kami berhasil menangkap tersangka di dekat perumahan kumuh timur. Dan kami perlu informasi untuk langkah lebih lanjut"

Aku menghela nafas, "Baiklah jika begitu, aku akan ikut" sahutku.

"Berhati-hatilah, Nyonya Muda!" Lingmi berbicara di belakang Chenle.

Aku mengangguk, "Jangan khawatir, Bibi"

Chenle hanya memasang raut datar dan tidak berbicara sepatah katapun.

Aku mulai berjalan di antara para polisi itu dan keluar dari rumah. Mereka membukakan pintu untukku lalu aku masuk ke mobil darurat itu.

Mobil itu melaju dengan sangat cepat dan tak terasa kami tiba di kantor polisi.

Kami berjalan dengan langkah cepat dan memasuki sebuah ruangan gelap.

Disana duduk seorang pria renta, kulit penuh debu serta tangan yang diborgol.

"Nyonya, tersangka ini terus saja menyebut nama Kim Ayara dan tidak ingin mengaku. Maka kami akan meninggalkan kalian untuk berbicara empat mata. Aku harap kau berhasil untuk mendapat banyak informasi tentang kejahatannya"

Ayara mengangguk ragu. Karena ia sama sekali tidak mengenal pria itu. Tapi ia ingat, orang itu adalah yang melompat dari jendela gedung pernikahannya waktu itu. Ia memberanikan diri untuk duduk di hadapan pria itu.

Pria tua itu membuka matanya yang membengkak. Aku rasa itu karena pukulan dari para polisi agar ia mengaku.

Pria itu ingin meraih wajah Ayara dengan tangannya.

Ayara menghindar dengan cepat.

"Kim Ayara..."

Nafasku mulai tidak terkendali, jantungku berdetak kencang.

1. Destiny | Chenle (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang