𝟏𝟏. Seven Days With You

8.4K 1K 254
                                    

Ayara tak sadar ia tertidur hingga sangat siang. Sinar matahari yang mulai menerik perlahan membangunkan dirinya. Ia membuka mata dan mengusapnya. Merasa sedikit pening karena menangis. Kepalanya seperti berputar-putar.

"Sarapan Chenle?!" kalimat itu terlintas di pikiranku.

Aku menghela nafas dan segera melihat ke dinding, jam berapa sekarang.

"Ini sudah jam sebelas?!" Mataku terbuka sempurna, menguceknya agar bisa melihat lebih jelas.

"Mengapa aku bisa tidur selama ini.." aku mengacak-acak rambut.

"Siapa yang akan membuatkan sarapan untuk Chenle? Jangan bilang Bibi yang melakukannya!"

"Ah.. Ayara!" aku memukul kepala dan menyibak selimut kemudian bergegas untuk mandi.

Sehabis mandi, aku langsung berjalan keluar menuruni tangga.

"Bibi Lingmi?" Panggilku dari tangga.

"Iya, Nyonya?" sahutnya dari arah dapur. Aku berjalan cepat ke kesana. Aku sudah mencium aroma makanan yang sangat lezat.

"Ah, sungguh maafkan aku, Bibi..

..Aku tertidur selama itu"

"Aduh, Nyonya.. Itu bukan sebuah kesalahan hingga kau harus meminta maaf! Tuan Muda sudah sarapan, dia sedang pergi keluar"

"Pergi keman-"

Perkataanku terpotong. Aku mengingat kejadian kemarin malam, aku tidak jadi bertanya.

"Apa yang ingin kau katakan, Nyonya?" dahinya sedikit berkerut, penasaran.

Aku menggeleng, "Tidak jadi, Bibi.." sahutku sambil mengambil piring dan sendok untuk sarapan.

"Nyonya, jika kau ingin tahu lebih banyak tentang tuan muda, tanyakan saja padaku. Kau berhak untuk bertanya apapun" kata wanita berambut putih itu sambil tersenyum.

Aku menundukkan kepala. Agak canggung.

"Mm, aku ingin tanya, Chenle pergi kemana?"

"Bibi tadi sudah tanya, tapi dia hanya bilang tidak akan lama"

..Oh, tadi dia juga membawa banyak sekali mainan! Bibi juga sedikit bingung mau diapakan semua itu, dia membawanya dengan mobil"

"Mainan? Maksud bibi, mainan untuk anak-anak?"

Wanita itu menganggukkan kepala sambil mengaduk sup di panci itu.

Aku terdiam sejenak. Lalu makan.

Setelah menyelesaikan sarapan, aku berjalan keluar. Langkah kakiku terhenti di ambang pintu dapur.
Chenle berjalan datang memasuki pintu rumah. Senyuman terukir jelas di wajahnya, aku belum pernah melihat ia sebahagia itu. Matanya sedikit menyipit karena lengkungan di wajahnya.

Rasanya aku sangat ingin menghampiri dan bertanya kabarnya, namun aku tidak mau sampai merusak moodnya. Aku menghentikan niatku.

Laki-laki itu mengambil ponsel dari saku celananya, jarinya seperti mengetik sesuatu. Senyuman semakin lebar saat ia melihat layar yang ia pegang. Dia melambai kesana.

"Kalian baik-baik disana, ya!" ucap Chenle tertawa. Tidak tahu berbicara dengan siapa, namun dari raut wajahnya ia sangat gembira.

Perlahan sudut di bibirku muncul melihat semua itu, kurasa Chenle sudah menemukan alasan untuk bahagia, apapun itu. Tidak baik untuk terus merasakan kebencian di dalam hati.

Tingg! Tingg!

Bel rumah kami berbunyi. Chenle yang duduk di sofa langsung menoleh ke arah pintu. Begitu juga diriku, aku sedikit mengerutkan dahi.

1. Destiny | Chenle (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang