65. /RAIN/

910 186 13
                                    

SAVLORA

...

Febri berguling-guling di lantai, memutar lagu-lagu penyemangat lewat ponselnya.

"Lupakanlah semua kenangan ini."

"Hancurkanlah semua mimpi-mimpi."

"Jangan pernah kembali."

"Dan jangan pernah, kembaliii~"

Dua tahun bukan waktu yang sebentar, setiap hari melewati hari-hari bersama. Banyak moment-moment yang diciptakan berdua, baik senang atau duka, biar sejahat apa perilaku dia, Febri tau perihal melupakan bukanlah sesuatu yang mudah.

Namun seiring berjalan waktu, Febri akan sadar, ia hanya rindu dengan semua kenangannya, bukan orangnya. Tidak perlu berusaha untuk melupakan, karena kenangan punya cara sendiri untuk menghilang.

Di sisi lain...

Arvin dan Satria sibuk bermain Play Station, dan Vlora asik mengscroll tiq-toq-nya, sesekali pula cewek itu cekikikan di pojok sofa. Sebelumnya cewek itu terjatuh—nyungsep—sangat tidak elit, untung saja tak ada yang melihatnya. Vlora hanya diam, seakan-akan tidak ada yang terjadi.

Ngomong-ngomong, cuaca di luar tiba-tiba hujan, tidak lebat, tapi jika diterobos tetap saja basah, seperti Arvin tadi, sebab itu Vlora menunda untuk pulang, setidaknya sampai hujan cukup reda. Syukur pula Gara mengijinkannya, tapi kasian cowok itu harus menunggunya pulang, padahal Vlora sudah meminta Gara agar tidak menunggu, tapi Gara tetap Gara, si keras kepala.

Vlora melirik Satria, sialnya cowok itu sadar dan meliriknya kembali.

"Mau pulang?"

Tidak menyadari jika Arvin sempat melakukan kecurangan di game-nya.

"Keknya hujannya udah berenti," ujar cowok itu lagi.

"Yaudah ayo, pulang." Vlora akhirnya mengangguk.

Jam menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit.

Febri mengambil ponselnya, suara musik memelan. "Kalian pen pulang?" tanyanya cemberut. Ia sangat kesepian di rumah, ayahnya masih di kantor, dan Nenek Fitri lagi jalan-jalan di mall. Awalnya Nenek Fitri mengajaknya, tapi Febri tidak mau, karena Nenek Fitri sangat-sangat lama berkeliling apalagi dalam memilih barang yang akan dibeli.

"Iya Feb, makasih ya udah ngasih gue makan." Vlora tersenyum tulus.

"Sama-sama."

"Hati-hati ya lo berdua," peringat Arvin, masih fokus pada permainan.

"Pelan-pelan aja jalanan licin." Febri menambahi.

Satria merespon singkat. "Hm."

Keduanya berjalan menuju teras, langit malam nampak kelabu, tak ada bintang-bintang yang menghiasi. Terlihat tetesan-tetesan air sisa hujan.

"Nih, pake." Satria menyodorkan sebuah hoodie.

"Lo?" Vlora mengerjap.

"Lo aja. Gue ada sweater lagi kok."

Senyum Vlora tertahan, "Sosweet banget, aihh... cium aja apa ya?" monolognya dalam batin.

"Hujan itu turun bukan jatuh."

"Hah?"

Satria mengabaikan. "Gak papa, cepetan naik!"

"Yang jatuh itu gue, di hati lo."

...

Motor Satria berhenti di depan rumah Vlora.

Vlora turun dari motor, diikuti Satria.

Sosiologi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang