Alis Vlora mengernyit hampir bersentuhan saat Febri–sang pembawa cerita–tiba-tiba berdiri.
"Loh–"
"Tunggu bentar," potong Febri, yang buru-buru berlari ke luar ruangan.
Tidak lama kemudian, cowok itu kembali dengan membawa selembar foto yang berukuran sekitar 3R lalu menunjukkannya dengan wajah berseri-seri.
Walau dalam kondisi bingung, Vlora tetap menerima dan melihat sekaligus menerka-nerka apa yang Febri berikan padanya, matanya menatap sebuah gambar yang sebagian sisinya agak nge-blur seperti habis ketumpahan air. Di sana, Vlora melihat ada seorang anak kecil perempuan yang sedang memegang boneka barbie.
Vlora mendongak penuh tanda tanya. "Dia siapa?"
"Dia adek gue," balas Febri.
Tertegun. "Adek?" beo Vlora.
"Iya." Febri mengangguk, memberi jeda.
"Jadi gini, sebelum gue kenal Satria, dan sebelum gue kenal sama lo, Ayah gue sempat bangkrut karena kena tipu, tepat di hari itu juga–kakek gue meninggal..." Nada Febri berubah sendu.
"Besoknya, Nenek gue dipecat dari kantornya," lanjut Febri sembari menarik nafas berat. Jujur saja, mengenang kembali masa-masa sulit itu membuat dada Febri menjadi sesak.
Vlora masih diam, menyimak. Rupa-rupanya, sosok yang ada di hadapannya ini ternyata menyimpan beribu-ribu luka. Namun Vlora akui, bahwa Febri sangat pandai menutupinya dengan berbagai macam tingkah dan kelakuannya yang terkadang absurd.
Febri kembali melanjutkan. "Keluarga gue benar-benar terpuruk. Ayah berusaha nyari kerjaan, tapi gak ada perusahaan yang mau nerima dia. Nenek juga mutusin buat jualan sate dan dibantuin sama Nyokap, meskipun pendapatannya belum seberapa banyak."
"Sampai di titik akhir, yang di mana Nyokap gue udah gak kuat buat bertahan, dia malah pergi dan gugat cerai Ayah. Semua hak asuh diserahkan ke Ayah."
Hati Vlora langsung berdenyut nyeri.
Mengapa banyak wanita-wanita diluaran sana memilih menyerah ketika suaminya berada ditahap bawah? Laki-laki-pun begitu, ketika sudah berada di posisi teratas, dia malah meninggalkan istrinya yang sudah menemaninya dari bawah.
Benar kata orang-orang, wanita akan diuji kesetiaanya ketika pasangannya dalam kondisi fisik atau ekonomi yang menipis, sedangkan laki-laki akan diuji kesetiaanya disaat dia sudah menjadi seorang raja yang kaya raya dan sukses di mata dunia.
Febri menghela napas. "Semenjak Nyokap pergi, adek gue cuma bisa nangis tiap hari."
"Dari situ, dia mulai sakit parah, dia sakit tumor otak, dan...adek gue pergi ninggalin semuanya. "
"Adek gue punya cita-cita, dia pernah bilang... kalo dia mau ngumpulin semua mainan, dia mau bikin istana barbie yang mewah banget. Dia pengen jadi princess di sana."
Vlora mendekat, mengusap punggung Febri, menenangkan.
"Jangan diceritain, kalo lo gak sanggup," kata Vlora serak, dia tidak menyangka bagaimana susahnya kehidupan Febri kala itu.
"Gue gak papa kok," ujar Febri tersenyum meyakinkan, dia memberi jeda sebelum kembali bercerita.
"Setahun setelah adek gue meninggal, Ayah akhirnya dapat pekerjaan, ditambah dagangan Nenek yang juga ikutan laris manis, terus mereka punya penghasilan yang lebih dari cukup. Dari hasil itu, Ayah sama Nenek mampu beli rumah yang sebesar ini."
Febri menggenggam tangan Vlora. "Asal lo tau, gue gak pernah nyeritain hal ini ke siapa-siapa, selain lo—"
"Karena, sejak gue liat lo di rumah Om Mahesa, gue langsung keingat adek gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sosiologi Cinta
Ficção Adolescente#Frozen itu kartun, kalau friendzone itu kamu, awowkwk. . . . Menganggu Satria setiap hari di sekolah atau di luar sekolah sudah menjadi rutinitas bagi Vlora sejak berada di kelas sepuluh. Vlora juga melakukan berbagai macam cara agar bisa menakluk...