^SAVLORA^
•••Gue suka Harry Potter, tapi gue lebih suka harry guk-guk-guk, kemari! Guk-guk-guk•••
.‹ ᵥₗₒᵣₐ ₒₗₗᵢᵥᵢₐ ›
.
.
.Ditemani gemerlap bintang pada malam hari, Vlora mengayuh sepeda dengan kecepatan sedang menyusuri jalur jalan khusus sepeda. Kalau dihitung-hitung, sudah satu tahun yang lalu Vlora tidak menggunakan sepedanya, selama itu juga sepeda pemberian Mahesa itu hanya menjadi pajangan di dalam rumah saja.
Vlora menghentikan laju sepedanya di depan parkiran indomarried. Tujuan utamanya adalah membeli berbagai makanan ringan untuk maraton menonton film Harry Potter. Walau sudah diulang beberapa kali pun, Vlora tetap tidak bosan melihatnya. Apalagi pemeran utamanya—Harry—termasuk jejeran cowok tampan bagi Vlora.
Vlora lupa memakai jaket sebelum ke sini, dia hanya menggunakan baju tidur berlengan pendek, alhasil udara dingin yang berasal dari AC menusuk kulitnya saat dia memasuki Indomarried.
Setelah berjalan dari tempat ke tempat, Vlora kembali menuju kasir dengan banyak belanjaan termasuk makanan untuk Cemara.
"Pakai kartu member, Dek?"
"Gak, Kak," kata Vlora.
"Mau tebus murahnya, Dek?"
"Ada tisu, ada gula—"
"Enggak dulu, Kak," sela Vlora cepat.
"Mau isi pul—"
"Enggak."
"Atau mau bay—"
"Enggak, Kak!!" sahut Vlora, tetap menampilkan senyum paksa. Tidak bisakah kasir itu melihat ke belakang sana kalau ada beberapa orang lain yang juga mengantre.
"Semuanya berjumlah seratus lima puluh ribu delapan ratus rupiah, Dek."
Vlora mengeluarkan dua lembar uang seratus ribu.
"Dua ratus rupiahnya boleh disumbangkan?" tanya penjaga kasir.
Vlora mengangguk tanpa menjawab lebih.
Setelah menerima kembaliannya, Vlora berjalan keluar. Dia menggantung plastik belanjaan di salah satu stang sepeda dan ia mulai mengayuh lagi.
Dari arah belakang, telinga Vlora samar-samar mendengar teriakan seseorang beserta gesekan antara sandal dan aspal jalan.
"Woyy minggir woy!"
"Awasss!!"
Vlora kehilangan keseimbangan kemudian terjatuh bersama dua sepeda lainnya.
Bunyi tubrukan yang lumayan keras pun berhasil mengalihkan atensi khalayak ramai.
Vlora meringis saat merasakan sakit di bagian sikutnya, manik mata cewek itu menatap seorang cowok yang sedang terlentang, tidak jauh dari tempatnya berada.
"Ganteng banget, anjir."
Rasa sakit yang Vlora rasakan langsung menghilang ketika melihat cowok itu. Tapi tunggu, Vlora seperti pernah mengenalnya, apalagi wajah itu sangat tidak asing di kepalanya.
"Woy. Bangun ege! Ngapain tiduran di sana?"
Tangan Vlora terkepal, dia tahu persis suara manusia mana yang ada di belakangnya ini. Dengan cepat Vlora berdiri sembari menepuk-nepuk celana untuk mengusir debu-debu dan kotoran yang menempel, sekilas Vlora melirik ke samping, cowok yang tak asing itu juga bangkit dari tengkurap lalu dia mendirikan sepedanya.
"Lohhh?" pekik Febri lebay.
Vlora memandang cowok itu kesal. "Ngapain lo nabrak gue hah?" tanya Vlora bertolak pinggang.
"Aduh—ehh astaga, Satriaa!" Febri melotot saat melihat Satria yang masih tertindih sepeda.
"Ya ampun, gue baru liat kalau lo ngumpet di situ," ujarnya lagi lalu menghampiri dan membantu Satria. Entah bagaimana tabrakan tadi sampai-sampai kondisi Satria semengenaskan itu.
Vlora terheran-heran, dia sendiri baru menyadari jika Satria juga ada di sini. Vlora memilih membereskan belanjaannya yang berserakan dan menghampiri sepedanya yang rebahan di jalan, sial sekali, lama tak dipakai malah jatuh begini.
Setelah selesai membenarkan letak sepedanya, Vlora kembali menatap cowok tidak asing tadi dengan tatapan kasihan. "Lo nggak papa kah?" tanya Vlora pelan.
Cowok itu mengangguk, membentuk lingkaran dari jari telunjuk dan jari jempol, memberitahu kalau dia dalam keadaan baik-baik saja.
"Pinggang gue..." lirih Satria setelah Febri membantunya. Dasar Febri kampret! Memang pembawa masalah, kalau saja rem sepeda itu tidak blong, maka tidak akan ada kejadian seperti ini.
"Satria, lutut lo berdarah!" Wajah cantik dan penuh kepanikan itu membuat Satria salah fokus.
"Lo tunggu sini, gue beliin obat dulu!" Persetan dengan dirinya sendiri, Vlora berlari menuju Indomarried.
Lima menit kemudian cewek itu datang bersama dua botol air mineral, obat merah dan juga handsaplast di tangannya. Dia memberikan botol pertama kepada Satria, kemudian botol kedua diberikan kepada cowok yang nampak familiar itu. Febri gak usah.
"Duduk!" Satria menurut. Duduk di pinggir trotoar.
Turut berjongkok supaya mempermudah, Vlora menoleh sebentar. "Lo ada luka juga?"
Cowok yang belum dikenali itu lantas mengangguk dua kali.
"Mau gue—"
"Gue bisa sendiri aja, lo obatin dia dulu gih," suruh cowok itu berlagak dagu menunjuk Satria. Seperkian detik, Vlora terdiam mencerna suaranya yang terdengar sangat tidak asing, tapi kapan dan di mana?
Febri tidak ada luka sedikit pun di tubuhnya, kini dia duduk anteng memperhatikan ketiganya.
"Ini semua gara-gara lo," tuduh Vlora ketika selesai mengobati Satria, melirik Febri sekilas.
"Bukan gue, rem-nya aja yang blong, lagian gue udah teriak nyuruh lo minggir, berarti salah lo yang nggak denger."
Vlora mencibir. Selalu saja ada jawaban nyeleneh dari cowok kampret itu.
Tangan Satria bergerak meraih lengan Vlora. "Siku lo..." ujarnya menggantung.
"Ah ini emang—"
"Sini, gue obatin."
Febri bersama cowok yang belum diketahui namanya tadi sekarang menjadi nyamuk dadakan.
Vlora tersenyum malu-malu meong saat tangan hangat Satria menyentuh sikunya, penglihatannya tidak lepas memperhatikan Satria yang sedang meniup-niup lukanya seakan bisa meringankan rasa sakit yang ada. Jujur saja, degup jantung Vlora menggila bukan main, ditambah lagi jarak mereka terpaut begitu dekat, sekuat tenaga Vlora menahan diri agar tidak berteriak.
"Lo berdua habis dari mana emang?" tanya Vlora kepo.
"Apartem-aparmusuh Arvin," jawab Satria. Mengingat Febri dan Arvin masih dalam mode ngambekan.
"Kalian bertiga saling kenal ya?"
Spontan Febri, Vlora dan Satria mengalihkan atensinya kemudian serempak mengangguk. "Kita satu sekolah," jawab Vlora.
"Ohh, kenalin nama gue Saga. Gue baru aja pulang ke Indonesia."
"Maksudnya, lo dulu tinggal di luar negeri?" Saga bergumam menjawab pertanyaan Febri.
"Biasa, ngikut Bokap," ucapnya.
"Bentar deh, nama lo siapa?" ulang Vlora dengan satu alis menukik ke atas.
"Saga..."
"Saga Shailendra."
Nama lengkap itu membuat reaksi tubuh Vlora sedikit tersentak dan dia langsung membungkam rapat mulutnya.
.
.
.•••Cek cek, becek•••
16 February 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Sosiologi Cinta
Fiksi Remaja#Frozen itu kartun, kalau friendzone itu kamu, awowkwk. . . . Menganggu Satria setiap hari di sekolah atau di luar sekolah sudah menjadi rutinitas bagi Vlora sejak berada di kelas sepuluh. Vlora juga melakukan berbagai macam cara agar bisa menakluk...