Aku tidak menyesali perkataanku waktu itu, tidak seujung rambutku pun.
Pertemuan pertama kami yang menyeramkan, ah, sebenarnya aku menyalahkan refleksku yang terlalu bagus.
Ketika aku melihatnya tersandung oleh kaki bodohnya sendiri, aku sudah tahu kalau dia akan terjatuh. Lalu, dengan kurang pintarnya aku langsung bergerak menolong.
Bodoh bukan?
Wajahnya memang tampan, tapi terlihat sangat pucat seperti seorang mayat yang hidup. Sayangnya aku tidak memiliki banyak waktu untuk itu, yang kulakukan hanya memberikannya kotak bekalku yang masih terisi penuh, lalu pergi.
Kalau seperti ini, aku tidak akan makan saat jam istirahat nanti.
Pertemuan kedua kami adalah hal yang paling kusesali. Ah, sial. Apa aku memelihara monster kebaikan di balik diriku yang sadis, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Centang Biru [COMPLETED]
Teen FictionAku tidak menyesali perkataanku waktu itu, tidak seujung rambutku pun. Dengan perbedaan usia kami yang cukup jauh, dia terlalu gigih dengan apa yang diinginkan, tekadnya terlalu kuat untuk yang sudah lama berjuang sendirian. Demi menjaga keh...