"Maksudnya?"
Trifid dan Nebula menatap Rico dengan bingung secara bersamaan, pria bersurai itu masih saja memasang wajah sumringah bak anak kecil. Pedro yang paham akan maksudnya pun tersenyum, pria itu ikut duduk di lantai bersama Rico, menyelonjorkan kakinya untuk memperlancar peredaran darah.
"Saya paham, kita butuh persediaan yang sangat membantu. Orang itu pasti bisa membantu kita," ucap Pedro. "Anda menghubunginya bukan?" tanya nya lagi, Rico mengangguk.
"Saya yakin, beliau bisa membuat alat yang berguna untuk nanti. Menilai dari seberapa lama dia mengenal Anthony, mereka juga pernah dinyatakan sebagai 'teman baik'," jawab Rico.
Melihat dua pria itu larut dalam pembicaraan mereka masing-masing, Trifid berdecak cukup keras dan menghentakkan kakinya ke lantai. Nebula juga memasang wajah tidak senang, mereka membicarakan sesuatu yang tidak diketahui olehnya dan Trifid.
"Kalian sebenernya ngomongin apaan sih?! Orang yang kalian maksud siapa sih?!" tanya Nebula beruntun.
Rico dan Pedro saling beradu pandang, beberapa detik kemudian mulai tergelak. Mereka berdua lupa kalau ada dua gadis menegah atas yang masih bingung dengan topik pembicaraannya, sudahlah tidak peka, sepertinya terlalu banyak tugas sekolah dan hal lain yang dipikirkan membuat mereka kurang memperhatikan sekeliling.
Pedro mengeluarkan pisau yang diberikan oleh Anthony sebelumnya, tentu pria itu tidak langsung menunjukkan benda tajam itu di atas meja. Dia menyodorkannya pelan-pelan di bawah dekat kaki meja, berharap hanya Nebula yang menyadari benda itu dan bukan Trifid.
Namun sayang, saking terkejutnya, Nebula pun bertanya dengan suara yang cukup keras. Atensi Trifid pun beralih ke bawah meja, melihat benda yang berjarak 2 inci dari kakinya refleks menarik secara paksa. Membuat benturan keras ketika lututnya mengenai permukaan meja, hampir saja minuman yang ada di atasnya tumpah. Tangan Rico cepat mengangkat nampan dengan isi cangkir yang masih penuh.
"KENAPA ADA DI SANA?!" tanya Trifid histeris, dia langsung memeluk lututnya.
"Bego apa terlalu pinter sih Anda? Sudah tahu kalau Trifid phobia ke benda tajem!" sergah Nebula.
Pedro tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa, dengan pisau yang masih tergeletak di atas karpet, pria itu terpingkal sembari memegang perutnya. Sakit sekali, tetapi dia tidak bisa berhenti menertawakan Trifid.
Menyampingkan suara riuh dari tiga orang temannya, Rico menandang lurus sebilah pisau yang bergagang merah tersebut, seolah terhipnotis dengan pandangan pertama. Karena penasaran, pria itu pun mengambil bilah tersebut dan mengangkatnya.
"Pisau apa ini?" tanya Rico.
Pedro menghentikan tawanya dan melirik ke arah Rico, dengan santai dia berkata, "Pisau untuk membunuh Anda."
Ekspresi menuntut penjelasan itu langsung terlukis sempurna begitu wajahnya diarahkan penuh ke arah pria bersurai silver itu, Pedro tahu maksudnya, dia tidak langsung mengatakannya dan langsung merebut pisau itu dari genggaman Rico.
Memutar-mutarkan gagangnya dengan jari-jemari yang lentik, seketika berubah arah jadi menempelkannya di tengkuk Rico. Tatapannya tajam menusuk ke dalam netra pria di depannya, tidak berkedip semakin menambahkan rasa intimidasi yang kuat.
"Pfft–" Pedro sudah tidak bisa menahan tawanya lebih lama, dia menurunkan pisau itu dari tengkuk Rico dengan kekehan maut menyebalkan miliknya. "Santai, saya tidak mungkin membunuh Anda," lanjutnya.
Tubuhnya masih menegang, kaku tangannya meraih bantal sofa dan langsung melemparnya kuat ke arah Pedro. "Dasar bujang sialan!" misuh Rico.
Bahu Trifid tergoyang singkat, senyumnya tipis berhasil menepis rasa takutnya yang disebabkan oleh pisau tadi. Dia membenarkan posisi duduknya dan mengambil pisau tersebut dari tangan kakaknya, dia melihat semua sisi dari benda tajam itu. Kedua matanya terpantulkan oleh bilah logam yang cukup mengilap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Centang Biru [COMPLETED]
Ficção AdolescenteAku tidak menyesali perkataanku waktu itu, tidak seujung rambutku pun. Dengan perbedaan usia kami yang cukup jauh, dia terlalu gigih dengan apa yang diinginkan, tekadnya terlalu kuat untuk yang sudah lama berjuang sendirian. Demi menjaga keh...