Detik demi detik berlalu, sudah dua jam keadaan menegangkan ini berlangsung. DUA JAM!
Nebula hanya dapat memijat pelipisnya, Rico masih saja enggan melepaskan pelukannya dan menatap Pedro sinis. Dia tidak tahu persaingan antar pria seperti apa, yang pasti dirinya menjadi korban saat ini.
"Kalian sudah saling kenal?" Nebula membelah keheningan.
Pedro berdehem pelan, tubuhnya dicondongkan ke depan dan jari-jemarinya ditautkan satu sama lain. Tanpa melepas tatapan ke arah pria bersurai hitam itu, dia justru balik bertanya, "Apakah Anda mengenalnya?"
Nebula hanya melirik sekilas ke arah Rico, kemudian mengangguk. "Dia itu kakak temanku," jawabnya.
"Bohong! Saya suami kamu! Kenapa berani sekali hanya bilang teman?" Rico semakin mengeratkan pelukannya.
"Suami kata siapa?! Bapak jangan sebar fitnah!" protes Nebula, gadis itu bergeliat bagaikan ulat. Berharap dapat melepaskan diri dan duduk menjauh darinya.
Jujur, dia tidak suka keadaan mencekam di ruangan ini. Sangat menyebalkan, tetapi juga mencurigakan. Semenjak dia melihat dua pria itu di depan pintunya, bagai ada aura gelap yang menjaga jarak mereka.
Nebula memang tidak bisa melihat ekspresi Pedro, tetapi melihat wajah Rico yang kesal sekaligus tidak suka itu bisa dijelaskan kalau pria bersurai silver itu berekspresi serupa. Hanya mengembuskan napas berat, kemudian menyambut mereka dengan ramah.
Ah, bukan, Nebula tidak mungkin bersikap ramah.
"Pak, lepas. Badan saya lagi gak enak, kenapa terus gelayutan, sih?" keluh Nebula. Rico pun melepaskan pelukannya.
"Oh, iya. Omong-omong, tubuh kamu emang sedikit lebih panas. Kamu kenapa? Sakit?" tanya Rico khawatir. "Hei, Anda! Apa yang Anda berikan padanya?"
Pedro yang sejak awal hanya diam memperhatikan, kini mulai menaikkan sebelah alisnya. "Maaf?"
"Apa yang sudah Anda berikan pada gadis ini?" Rico menatap tajam ke arah Pedro, tubuhnya juga dicondongkan ke arah pria tersebut.
"Maaf, saya tidak memberikan apa-apa." Pedro menggelengkan kepalanya.
"Pak, Pedro gak ngasih apa-apa ke saya. Saya emang udah sakit dari pagi, tanya aja si Ed Dan."
Rico terdiam. "Nama adik kamu Ed Dan?" Nebula mengangguk. "Dipanggil Dan?" tanyanya lagi.
"Iya," jawab Nebula yang juga ikut bingung.
"Edan." Rico berusaha menahan tawanya, tetapi dia langsung mendapat teriakan dari lantai dua.
Kepala Dan keluar dari pembatas tangga, sepertinya lelaki itu menguping dari sana. Beradu kontak mata dengan Rico, pria bersurai hitam itu hanya menunjukkan tanda perdamaian dengan jarinya.
Nebula hanya mendengus lelah, dia harus selalu siap mempertahankan harga dirinya supaya tidak mudah dipermalukan oleh orang lain, terutama seseorang seperti Dan dan Rico.
Perlahan dia mencuri pandang ke arah Pedro, pria itu berkali-kali memeriksa monitor tabletnya dan menatap Rico lekat. Seperti sedang memastikan sesuatu. Dia masih tidak mengerti kenapa SDC mengirimkan pekerjanya ke rumah orang sepertinya? Entah apalagi ulah yang diperbuat oleh ayahnya di sana.
"Sedang apa Anda menatap saya seperti itu? Apa Anda mempunyai urusan dengan saya?" Rico kembali menanyai Pedro.
Pria bersurai silver itu mendorong kaca matanya, lensa emas dengan kelopak mata yang hanya terbuka menatap tajam itu seolah berusaha sedang berusaha mengorek hal baru lebih dalam dari diri Rico.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Centang Biru [COMPLETED]
Teen FictionAku tidak menyesali perkataanku waktu itu, tidak seujung rambutku pun. Dengan perbedaan usia kami yang cukup jauh, dia terlalu gigih dengan apa yang diinginkan, tekadnya terlalu kuat untuk yang sudah lama berjuang sendirian. Demi menjaga keh...