Rico masih tidak bergerak dari tempatnya berdiri, gadis di depannya pun sama. Mereka terus bertatapan lebih dari semenit, keadaan kembali ramai saat seorang gadis lainnya muncul dari belakang Rico.
"Kalian udah saling kenal?"
Rico menoleh, tubuhnya sedikit bergeser memberikan akses masuk baginya. Gadis berambut pirang itu segera masuk dengan membawa tiga buah gelas dan senampan makanan ringan.
"Kita ... ketemu di stasiun," sahut Rico yang sadar kalau dia belum menjawab pertanyaan adiknya.
Trifid, kita panggil saja begitu. Adik perempuan Rico satu-satunya. Dia pun tidak menyangka kalau kakaknya yang terlalu sibuk itu sampai mengenal teman kelasnya.
"Stasiun? Oh, Nebula. Jangan bilang pria bodoh yang lo ceritain tadi, kakak gue?"
Gadis yang bernama Nebula itu menoleh, tangannya masih memegang segelas minuman yang dibawa oleh Trifid tadi. Dia mengangguk, tapi tatapannya tidak terlepas dari Rico. Pria jangkung itu hanya ternganga.
"Bodoh ...?" gumam Rico.
"Anda terlalu bodoh untuk seorang pekerja karena tidak sarapan," timpal Nebula, tangannya masih sibuk memegang gelas minuman yang mulai sedikit berair.
Trifid hanya tersenyum kecil, dengan sikap Nebula yang dingin dan masa-bodo-amatan, awalnya dia takut meninggalkannya berdua saja dengan kakaknya. Namun, menilai dari reaksi kakaknya yang menatap Nebula dengan mata yang berbinar, dia rasa tidak ada salahnya untuk membiarkan dua manusia itu sedikit mengobrol. "Yaudah, gue ngambil jajanan dulu di dapur. Kalian gue tinggal bentar, ya," ucapnya lalu kembali menghilang.
Suara pintu tertutup pun menyambut gendang telinga, jadilah hanya mereka berdua di dalam ruangan. Jujur, Nebula sebenarnya tidak peduli. Selama dia bisa menikmati ketenangannya sendirian, dia tidak akan kesal atau bagaimana. Biarpun kakaknya Trifid mengganggunya, dia harus bisa menahan diri untuk tidak berkata kasar. Menjaga pertemanannya dengan Trifid jauh lebih penting daripada sisi sarkasnya.
"Ahaha, saya gak nyangka bakalan ketemu sama kamu di sini. Jadi ini pertemuan kedua kita?" tanya Rico.
"Hm," sahut Nebula singkat.
"Singkat banget, ya?"
"Hm."
Rico hanya tersenyum kesal, gadis ini sedikit sekali mengeluarkan suara. Namun, bukan berarti dia harus menyerah begitu saja. Dia memajukan tubuhnya, menjadikannya sedikit lebih panjang dari jarak sandaran sofa. Dengan senyumannya yang semenawan mungkin, dia berusaha berterima kasih. Saat dia mengatakan akan melakukan apa saja sebagai rasa terima kasihnya, Nebula tersedak serbuk teh yang belum terlalu larut diaduk.
"Hah?" tanya Nebula terkejut.
"Saya akan melakukan apa saja sebagai rasa terima kasih saya. Apa yang kamu minta, akan saya tepati. Kamu mau apa? Mungkin menjadikan saya sebagai guru pribadi kamu? Atau kamu mau koneksi orang dalem buat dapet jawaban soal ujian sekolahmu? Oh, atau aku juga bisa melayanimu dengan tubuhku," jabar Rico antusias, tapi tidak direspon baik oleh Nebula.
Tatapan sinis terpancar dari ujung mata gadis itu, genggamannya pada gelas semakin menguat, tubuhnya pun seperti sedikit ditarik kebelakang--menjauhi jarak dekat antara dirinya dengan Rico. "Najis," hina gadis itu.
"Eh?" Kata tersebut keluar begitu saja saat mendengar respon dari Nebula.
"Anda ...? P-pakai tubuh Anda? Najis! Anda kira saya apa? Anda apa? Pedofilia?" tanya Nebula secara beruntun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Centang Biru [COMPLETED]
Ficção AdolescenteAku tidak menyesali perkataanku waktu itu, tidak seujung rambutku pun. Dengan perbedaan usia kami yang cukup jauh, dia terlalu gigih dengan apa yang diinginkan, tekadnya terlalu kuat untuk yang sudah lama berjuang sendirian. Demi menjaga keh...