Him

4.3K 172 1
                                    

"Selamat pagi, ganteng!" Dia lagi. New sudah bosan mendengar semua sapaan yang selalu membuatnya bergidik hampir tiap hari. Kapan sih si Tay Tawan ini berhenti mengejarnya?

"New, udah makan belum?" Tay bertanya seraya tersenyum riang, cintanya ini semakin hari semakin manis saja.

"Belum." Jawab New, ketus.

"Yahh, jangan galak-galak dong, cakep. Nanti aku makin suka kan, kamu juga yang repot."

New memutar bola matanya, selalu seperti ini, hampir setiap hari selama kurang lebih dua tahun. Seorang Tay Tawan Vihokratana mendeklarasikan dirinya untuk mengejar hati New Thitipoom Techaapaikhun. Walaupun sering kali ditolak, mulai dari penolakan halus hingga hinaan yang kerap keluar dari mulut yang lebih kecil, tekadnya tidak pernah luntur.

"Nih sayang, aku bikinin bekal. Dimakan yaaa, makanan kesukaan kamu tuh. Nasi goreng spesial pakai telur dadar dan cinta dari a'a Tay." Lelaki berkulit tan itu menyerahkan satu kotak makan berukuran sedang ke arah New di depannya.

"Iya, makasih ya, Tay." Jawab New, singkat. Mungkin bagi kita itu hal yang biasa, menerima pemberian orang lain dan mengucapkan terima kasih. Tetapi, tidak untuk seorang Tay yang sudah mendambakan pria manis ini selama kurang lebih dua tahun.

"Oh My God! New, demi apa kamu nerima makanan dari aku? Terus bilang makasih? Boleh ulang lagi nggak? Mau aku rekam biar aku bisa denger tiap hari, ya sayang ya? Sekaliii ajaa." Tay dengan hebohnya, karena biasanya makanan buatannya selalu ditolak oleh New, sekarang diterima? Apa si cinta udah mulai luluh padanya?

"Apa sih! Lebay lo." New kesal, agak menyesal menerima pemberian Tay tadi, jika pada akhirnya lelaki itu akan bersikap seperti ini padanya.

"Bukan lebay, ini namanya bahagia, kamu tau? Kamu respon aku kayak gini aja aku bisa-bisa nggak tidur tiga hari, tau? Saking senengnya terus nggak sabar besok buat ketemu kamu lagi?" Senyum Tay makin lebar, ini hari bahagianya.

'Bahagia, ya?' New berbatin, miris. Bahagia? Senang? Dua kata itu seakan hal yang sakral di hidupnya. 'Mimpi aja kali gua bisa ngerasain bahagia di hidup yang kayak gini.' Pikirnya, tanpa sadar dia tertawa, seolah mengejek dirinya sendiri karena telah memiliki hidup yang sekarang.

"Kamu ketawa, Hin? Ayo bahagia bareng-bareng hari ini." —dan seterusnya. Hanya bisa diucap dalam hati karena dia terlalu pengecut, takut tidak bisa menemui masa 'seterusnya' itu.

New berdecak, "Udah berkali-kali gua bilangin, jangan panggil gua sayang atau Hin. Risih lo tau nggak?!" Dia memutar kedua bola matanya, malas.

"Jawabanku pastinya masih sama. Nggak mau. Karena dua panggilan itu yang ngebedain kamu sama yang lain, karena rasa sayang aku ke kamu dan ke yang lain juga beda." Tay menjelaskan sembari menatap New dalam-dalam, dadanya membuncah, ingin memberi tahu kepada dunia bahwa orang di hadapannya ini sangatlah indah. Diam-diam dia berdo'a, semoga waktu bisa lebih lama mengizinkannya untuk bisa menikmati salah satu ciptaan-Nya yang ini.

"Terserah!" New tidak ingin berdebat, tetapi tanpa disadari Tay, ada semburat kemerahan samar yang muncul di kedua pipi pria berkulit putih ini.

"New!" Panggilan seseorang menginterupsi acara 'mari menghampiri si cinta' pada pagi hari ini. Padahal fakultas Tay dan New berbeda, walaupun berdekatan tetapi tetap saja mereka harusnya berada di gedung yang berbeda, tetapi hampir setiap hari Tay menemui New, mulai dari pagi, siang, hingga sore, tidak pernah luput dari perhatiannya.

Dan jangan lupa, ini sudah tahun kedua, sebentar lagi mulai memasuki tahun ketiga. Mari kita lihat, sebesar apa kegigihannya.

New mengalihkan perhatiannya pada si pemanggil, "Oi, Tap!" Balasnya.

Right From The Start ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang