Bapak

914 115 34
                                    

Pada akhirnya, Tay benar-benar menginap di kontrakan sempit milik kekasihnya. Tenang, Tay memutuskan untuk tidur di lantai menggunakan karpet bulu milik New dan lelaki manis itu tetap di kasurnya.

Lampu kamar telah dimatikan, keduanya juga sudah berbaring nyaman di tempatnya masing-masing. Ah... atau mungkin kata 'nyaman' bukanlah kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaan mereka karena sedari tadi yang di atas terus menerus mengubah posisi tidurnya dan yang di bawah masih saja mengepal tangannya dengan erat.

Gugup.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, New mengizinkan seseorang untuk menginap di rumahnya. Toptap bahkan tidak pernah mendapat persetujuan untuk bermalam di sana. New lebih suka jika dirinya sendiri yang menginap di rumah sahabatnya itu.

Sebenarnya, bukan apa-apa, dia hanya tidak ingin orang merasa tidak nyaman karena berada di satu ruangan sempit bersamanya, terlebih sahabatnya itu berasal dari keluarga berkecukupan dengan rumah besar yang dikelilingi pendingin ruangan setiap sudutnya, kasur empuk, dan dinding tebal sehingga tidak akan terganggu dengan suara-suara bising dari bilik sebelah.

Namun hari ini, entah mengapa Tay bisa dengan mudahnya masuk ke sana. Melewati pembatas yang sering disebut pintu oleh orang-orang kebanyakan dan duduk dengan nyaman di lantai rumahnya. Seolah sudah terbiasa.

Jam sudah menunjukkan pukul satu malam ketika terakhir kali New mengecek ponselnya. Tanggal enam belas januari...

Ada sesuatu di hari ini beberapa tahun silam.

"Ekhem..." Tay berdeham pelan. Dan dehaman itu membuat New tersentak, terkejut.

"Hin? Belum tidur juga, toh?" Lelaki berkulit kecokelatan itu akhirnya bangun dari tidurannya dan mendudukkan dirinya, menolehkan kepalanya ke arah sang kekasih yang juga menatapnya. Lelaki manis itu menggeleng sebagai jawaban.

"Kenapa? Udah tengah malem, lho." Tay bisa merasakan kegelisahan dari orang di depannya. Mata bulat New yang selalu menjadi kesukaannya bergetar pelan, bergerak ke kanan dan kiri, menghindari bersitatap dengan Tay.

Tidak ada jawaban.

"Hin, you okay?"

New mengangguk, tetapi tidak lama ia terisak.

"Hei, hei..." Kekasihnya yang panik dengan cepat pindah ke atas kasur, mendudukkan tubuh New dan memeluknya erat, "...ada apa, Hin?" Tay mengelus punggung dan surai hitam lelaki yang berada di dadanya.

Ada gerakan yang terasa di kulit tubuhnya, gelengan. New-nya tidak apa-apa, tetapi mengapa isakannya malah semakin keras?

"It's okay, I'm here. Aku di sini, ya. Kamu boleh nangis, aku yang jagain." Suara Tay gemetar. Dadanya basah sebab air mata milik kekasihnya. Hatinya sakit.

Ada apa?

New kenapa?

"Semuanya bakal baik-baik aja, Hin. Kamu punya aku, ya?"

New mengangguk dalam tangisnya.

Sembilan tahun lalu, ayahnya meninggal dunia. Lelaki yang kerap kali memaki New itu akhirnya menghembuskan napas terakhir dalam dekapan hangatnya. New membencinya. Sungguh. Ia benar-benar membenci lelaki yang telah membawanya ke dunia ini.

Ayahnya adalah pria paling tidak bertanggung jawab yang pernah New temui di hidupnya.

Semenjak mengenal barang haram itu, dia tidak pernah merasakan kehangatan pria paruh baya itu lagi.

"Sembilan tahun lalu, Bapak meninggal." Saat tangisan itu mereda, New akhirnya bisa membuka suara. Masih tetap di dekapan hangat sang kekasih yang juga enggan melepas pelukannya.

Right From The Start ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang