Safe

1.4K 72 18
                                    

[2027]

Enam tahun, ya.

Sudah cukup lama semenjak hari di mana Tay berlari menghampiri beberapa orang yang dikenalnya untuk mengetahui kabar—yang sebenarnya—akan kehadiran seorang New Thitipoom. Masih teringat dengan jelas di bayangan lelaki tan di sana akan tangisannya malam itu—akan raungan pilu sebab mengetahui kecintaannya tak berada lagi di sini—di sampingnya.

Pertama kali mengunjungi tempat peristirahatan milik New saat itu, langkahnya terseok lalu dengan lunglai meletakkan satu buket bunga krisan dalam genggaman, Tay menyapa si manis di dalam sana—tanpa balasan tentu saja.

Aku sudah... lulus, New.

Bekerja di salah satu perusahaan cukup besar di Ibu Kota.

Juga... aku tak pernah baik-baik saja—setidaknya sampai saat ini. Rasa rindu yang membuncah dalam dada kerap kali timbul tiap malamnya—seolah tak mengizinkanku untuk merasakan ketenangan, dalam hati pun aku meraung, ingin kembali menemuimu.

Namun, tak apa, itu berarti kamu masih di sana—dan akan selalu berada di sana.

Langkahnya terhenti ketika mendapati seorang remaja—bertubuh lebih pendek darinya beberapa senti, pemeran utama malam ini. Lelaki yang umurnya menginjak empat belas tahun hari ini, tengah duduk termenung di bangku taman belakang. Sendirian.

Tay memutuskan untuk menghampiri anak itu—menepuk bahu sang remaja untuk kemudian izin mendaratkan bokong miliknya di sebelah lelaki dengan kacamata yang senantiasa bertengger di wajahnya.

"Hayo!—Phuwin, ngelamunin apa?"

Anak itu tersenyum lalu menggelengkan kepala, "Kok Om Tay ke sini?—acaranya kan belum selesai?"

"Lah? Kamu sendiri yang punya acara kenapa di sini? Acaranya kan belum selesai?" Pertanyaannya dibalikkan—menimbulkan kekehan dari lelaki yang lebih muda.

Keduanya duduk dalam diam—netra milik Tay dibawa pada langit luas malam ini. Menilik beberapa penghias di atas sana, kebiasaannya enam tahun terakhir.

"Belum di sana, ya..." Gumamnya kemudian—Tay menghela napas, New-nya belum di sana. Entah mungkin si manis masih ingin menikmati waktu di surga sebelum merubah diri menjadi bintang—atau Tay belum mengerahkan segala upaya untuk menemukan titik tersebut.

Namun, hanya satu tujuannya.

Bertemu sang pujaan hati.

"...siapa, Om Tay?"

"Hm?" Tay tersentak dalam lamunannya.

"Yang belum di sana siapa?" Phuwin mengerutkan kening ketika dirasa sahabat dari adik ibunya itu bergumam pelan—lalu netranya menganalisis beberapa titik di langit sana seolah mencari sesuatu.

"Pacar Om." Tay mengusak surai hitam milik anak itu sebelum kembali mendaratkan punggung pada senderan bangku taman di sana.

"Your love is a star?"

"Yes, he's an ordinary star. Bukan yang paling terang atau yang paling besar, tapi Om yakin kalo bisa nemuin dia dengan cara Om sendiri—I'm still waiting for him to come."

Phuwin menganggukkan kepala tanda mengerti—lalu ikut menatap langit di sana dengan tenang.

"Phuwin... kamu tadi berdo'a panjang banget sebelum tiup lilin—permintaan kamu sebanyak itu, ya?" Tay terkekeh pelan ketika mengingat bagaimana lelaki yang lebih muda menangkupkan kedua tangan depan dada lalu mengucap harap dalam hati—cukup lama hingga membuat Thanaerng menyenggolnya sedikit untuk memberi tanda bahwa semua orang menunggu.

Right From The Start ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang