New membuka pintu kontrakannya dengan lunglai, yang ia pikirkan saat ini hanyalah bertumpu pada kasur dan menangis sekeras mungkin. Tidak kuat lagi menahan semua rasa yang datang bertubi-tubi, rasa bersalah, takut, dan sedih.
Bahkan baru kemarin rasanya ia memutuskan untuk tidak membohongi diri, mengakui dalam hati bahwa dadanya berdebar jika bersamaan dengan seorang Tay Tawan, membenarkan bahwa dirinya luluh akan sikap Tay yang kerap kali lembut padanya.
Tubuh itu dijatuhkan dengan keras, ke atas ranjang yang bahkan tak cukup empuk untuk menahan, mata si manis pun memanas, isak yang sedari tadi ditahan di depan pusara, di rumah sakit, akhirnya muncul. Terdengar di ruang sempit tempatnya tinggal, biarlah, kali ini New hanya ingin melampiaskan rasa sakitnya, tanpa ditahan seperti biasa karena memikirkan dinding tipis yang menyekat.
Ia hanya ingin menangis.
Menangis karena tersadar, mulai esok, Tay tidak akan lagi berada di sampingnya. Tersedu ditelan rasa bersalah yang mulai lagi menggerogoti dada.
Ia hanya ingin berbahagia sebentar, bisakah?
Kebahagiannya ada di Tay. Bahagianya adalah ketika seorang Tay Tawan bersama dengannya, mendekap raganya dengan nyaman, mengecup bagian wajah milik New dengan sayang. Seperti kata Toptap waktu itu. Benar, New berhasil mengakuinya dalam hati. Melepas semua beban yang sengaja ditahan. Namun, memang sepertinya garis hidup tak mengizinkan keduanya bersama, entah, menjadi seorang pembunuh ayah dari sang kekasih adalah satu hal yang tidak pernah terlintas di benaknya.
Lo harusnya nggak terlalu percaya diri, New.
Si manis berbatin, ia tidak semestinya percaya dengan takdirnya akhir-akhir ini. Terlalu manis. Terlalu indah untuk dinikmati, seperti bukan untuknya, layaknya bukan miliknya.
Ternyata benar, ya.
Napas putus-putus akibat rasa sesak di dada pria manis itu tak kunjung membuatnya berhenti terisak, New mengutuk diri, menyayangkan bagaimana tulisan yang digariskan dalam hidupnya.
Mau pergi, boleh nggak?
Lalu menggeleng dengan cepat setelahnya, belum, belum waktunya. Ia masih harus melunaskan hutang sang ayah, mendapat maaf dari Tay—walau terdengar mustahil, mengembalikan motor milik Toptap, dan daftar terakhirnya adalah...
Berbahagia.
Definisi kata tersebut dalam kamus kehidupannya hampir tak ada. Benar-benar New tidak paham apa arti kata yang kerap orang-orang rasakan. Yang ia tahu, bahagia itu ketika melihat sang ibu pulang dari rumah sakit seusai bekerja sembari membawakannya sepotong kue pinggir jalan, atau ketika ayahnya membelikannya sepeda pertama waktu itu.
Ah, bahagia juga ketika melihat Toptap bersatu dengan kekasihnya sekarang, Mike. Senyuman sang sahabat hari itu tidak pernah New lupakan lebarnya, manisnya, dan bagaimana hangatnya.
Lalu beberapa waktu terakhir, ketika New bertemu seorang Tay Tawan di hidupnya.
Hangat.
Layaknya arti dari nama lelaki itu.
Hah, bahkan Tay benar-benar menjiwai makna namanya sendiri. Bersinar, terlalu terang hingga dirasa terlalu sulit digapai.
Untuk itu, ia hanya berani melihat dari kejauhan—walau si tan tidak berhenti dan bahkan dekat dengannya.
Rasanya pupus, ya. Semuanya berakhir hari ini.
Entah bagaimana New akan menjalani kehidupan setelah ini, setelah mengetahui fakta bahwa pria yang tidak sengaja tertabrak motornya saat itu, adalah seorang pria paruh baya yang menjadi kecintaan seorang Tay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right From The Start ✓
RomanceYou already being the winner of my heart right from the start, Te. Sekarang, janji buat bahagia, ya? A Taynew's fic by Polcarizm.