Birthday

971 85 20
                                    

🔞Tipis-tipis🔞

---

"Mas Podd." Panggilan itu terdengar ketika yang lebih tua asyik dengan berkas pasien di meja ruang tengah. Ah, itu adik semata wayangnya.

"Apaan?" Tanpa mengalihkan pandangannya, sang kakak menjawab.

"Gua mau tanya sesuatu..."

Podd mengerutkan keningnya lalu melepas beberapa berkas di tangannya karena dirasa pembicaraan ini akan... serius?

"Uhm—guabolehmakinglovenggak?"

Oke, jika beberapa dari kalian akan bingung jika mendengar pertanyaan Tay secara langsung, keadaan itu tidak berlaku untuk Podd. Anak sulung Vihokratana itu langsung saja bangkit, berjalan menghampiri adiknya yang sekarang malah menundukkan kepala.

"Coba ulang tadi, kayaknya gua salah denger." Mencoba bersikap skeptis, Podd tidak ingin mempercayai pendengarannya tadi.

Tay menghela napasnya, harusnya ia mengonsultasikan ini pada Dokter Mew dan menyuruh sahabat kakaknya itu menutup mulut rapat-rapat setelahnya, tetapi ketidaksabaran yang terus mendera membuatnya tak bisa berlama-lama memendam rasa penasaran.

"G-gue boleh berhubungan intim nggak?" Kepala itu masih ditundukkan, masih tidak berani menatap wajah sang kakak yang sesungguhnya sangat Tay ingin lihat keadaannya.

"...ini lo beneran nanya ini ke gua? Tay? LO PUNYA PACAR?!"

"SST! ANJIR LO MAS! DIEM!" Tay mencoba membekap mulut milik Podd, membungkamnya agar sang ibu tidak mendengar. Bisa ditanya macam-macam dia jika wanita itu mengetahui hal ini, bahkan mungkin dia bisa saja melihat wajah manis milik sang kekasih yang sedang bercengkrama seru dengan orang yang sudah melahirkannya itu besok pagi.

Karena Wira akan terlalu mudah untuk mendapat informasi tentang cintanya.

"Eh! Lepas nggak?!—tapi lo beneran punya pacar?" Podd menatap penuh jenaka pada yang lebih muda, berniat menggoda, walaupun tentu saja ada perasaan membuncah ketika mendengar pertanyaan tadi.

Tay... sudah besar, ya. Lelaki itu bukan lagi anak yang merengek meminta untuk ditemani menonton futsal pada sore hari karena teman-temannya bertanding, bukan juga adik yang selalu ia larang untuk berlari terlalu keras karena untuk pertama kali dalam enam belas tahun hidupnya waktu itu, Podd hanya bisa terdiam menatap Tay dengan napas putus-putus berbaring di atas rumput setelah melangkahkan kakinya terlalu cepat, seperti sedang meregang nyawa.

Itu adalah pengalaman terburuk yang bisa Podd ingat dalam hidupnya.

Setelah adiknya divonis menderita penyakit jantung saat umurnya delapan tahun waktu itu, Podd remaja sudah mendedikasikan dirinya untuk belajar medis, memantapkan tekad untuk menjadi dokter dan mengambil spesialis jantung dengan harapan bisa membantu Tay melewati semua ini.

Semuanya berhasil, cita-cita, karir, bahkan kehidupannya sudah bisa dibilang sangat mapan di umurnya yang ke dua puluh sembilan tahun, tetapi ada satu yang Podd sesali dalam hidupnya.

Adiknya belum sembuh.

Tay masih hidup berdampingan dengan penyakit mematikan yang menjadi makanan sehari-hari Podd sendiri, karena hanya ada satu cara untuk benar-benar mengenyahkan benalu dari tubuh adiknya.

Sampai sekarang, Podd dan Wira masih saja luntang-lantung mencari hal tersebut.

Pendonor yang ada.

Pendonor yang tepat.

Sudah ada dua pendonor yang waktu itu bisa dijadikan harapan, tetapi ada saja penghalangnya. Entah dari golongan darah maupun ukuran jantung. Tidak ada yang cocok di tubuh adiknya.

Right From The Start ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang