Satu bulan

916 108 20
                                    

Pandangan New lurus, biasanya Tay ada di depannya. Duduk di bangku yang tidak jauh dari tempatnya berdiri, memesan minuman yang tentunya bukan kopi dan mulai mengerjakan tugasnya. New memakluminya tentu saja, ia sudah menyakiti hati lelaki itu sejak lama, tidak pernah sekalipun ia menggunakan kekerasan, tetapi mungkin hari ini akan berbeda.

Dan New akan menyiapkan diri untuk tidak melihat lelaki itu lagi di kemudian hari.

Mencoba mengecoh pikirannya, lelaki manis itu kembali berkutat dengan pekerjaannya, sampai salah satu temannya di sana menepuk bahunya pelan, "Kak New?"

"Ya? Apa Gie?" Itu Gigie, perempuan itu baru bekerja di café beberapa bulan belakangan. Anaknya ramah, untuk itu New setidaknya bisa mengobrol sedikit dengannya.

"Mas yang biasa nungguin Kak New nggak dateng? Biasanya setiap hari dia dateng kecuali hari kamis, yang mana Kak New kan libur. Lagi marahan, ya?" Gigie menatap mata pria itu, penasaran.

New mengedikkan bahunya, "Capek kali."

Gigie menganggukkan kepalanya tanda mengerti, "Oh, lagi sibuk toh!—Kak New jangan jadi lesu gitu dong, pacarnya nggak dateng bukan berarti harus nggak semangat!"

Sontak saja lelaki manis di sebelahnya langsung menolehkan kepala, "Pacar?"

"Loh? Emang bukan?"

New menggeleng cepat.

"Terus dia ngapain nungguin Kak New sampe pulang, beliin jajanan juga tiap mau pulang. Terus Kak New juga selalu nungguin dia pergi baru beneran pulang. Kirain pacaran, bukan ya Kak?"

Lelaki yang ditanya terdiam, kemudian dia menggeleng untuk yang kedua kalinya, "Bukan." Balasnya singkat.

Namun, belum lama obrolannya dan Gigie selesai, lelaki yang menjadi topik pembicaraan mereka muncul dari arah pintu masuk. New terdiam memerhatikan lelaki yang sedang menuju ke arahnya itu. Di sebelahnya perempuan yang ternyata juga ikut memerhatikan lelaki itu, menyikut lengannya, pelan, "Tuh Kak New, jangan lesu lagi, ya? Pangerannya udah dateng." Ledek perempuan itu kemudian dan beranjak pergi meninggalkannya tepat saat Tay berada di hadapannya.

"Hai?" Sapa Tay sembari menyunggingkan senyumnya.

New menganggukkan kepalanya, "Mau pesen apa?" Katanya pelan, matanya menatap ke arah layar komputer didepannya, menghindari tatapan mata Tay.

"Smoothies."

"Udah?"

"Udah."

"Totalnya dua puluh delapan ribu, cash atau?"

"Debit." Tay menyerahkan kartunya.

New menghela napasnya, dia memproses kartu itu, saat dia menekan pin yang biasa Tay sebutkan dan... ditolak?

Lelaki manis itu sempat mematung sebentar sebelum kembali fokus dengan pekerjaannya, "Pinnya." Ujarnya sembari menyodorkan alat itu pada Tay.

Tay dengan cepat memasukkan beberapa digit angka di sana dan menekan tombol hijau.

"Struknya, nanti ke sini lagi kalo dipanggil. Makasih." New menundukkan kepalanya selagi memberikan kartu dan struk pada pemiliknya.

"Can you look at me now? Nggak sopan kalo nggak natep lawan bicara, apalagi aku pelanggan." Pinta Tay pada New, "Ah! Oke kalo kamu nggak mau ngeliat aku, tapi aku butuh waktu kamu sebentar setelah pulang dari sini."

"Mau apa?" Tanya New, pelan. Masih tidak berani menatap mata orang di depannya, dia takut. Takut teringat lagi akan perkataan Off tadi pagi.

"Ngobrol tentang kontrakan."

Right From The Start ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang