Hal sebaik apa pun yang lo lakuin akan tetap salah di mata orang yang salah
'Gramatika'Lo tau lah, Lesta itu gimana
Itulah pesan yang masuk ke ponsel Grama. Yang langsung dibalas olehnya.
Gramatika itu suka tantangan, dan Ardi-laki-laki yang dikenalkan Lesta padanya itu jelas membuat sisi lain Grama meronta-ronta karena penasaran. Yang paling membekas di otak Grama yang isinya jelas tidak ada yang iya-iya ... Ardi itu laki-laki yang suka membahas gadis lain di tengah obrolan mereka, jelas itu sedikit melenceng dari pikirannya, tetapi justru itu yang membuat Grama merasa tertantang.
Sialnya! Grama juga merasa takut di saat yang bersamaan, dia takut jika dia yang jatuh duluan, sedangkan Grama sendiri tahu bahwa Ardi lebih dulu jatuh pada Lesta yang notabenenya adalah gadis yang nyaris sempurna.
Rasanya campur aduk, sampai Grama tak bisa lepas dari ponselnya, dan menunggu balasan pesan dari Ardi yang sebelumnya mengirim pesan padanya bahwa dia tengah keluar.
F**k! Grama tidak suka jika dia mulai berpikir jika dia sudah gila!
Dengan raut kesalnya Grama melirik Lesta yang duduk di sebelahnya.
"Les! Si Ardi tuh cowok yang kayak gimana, sih!" sewot Grama memiringkan badannya.
Lesta yang tengah membaca sambil mendengarkan musik dari earphone itu menoleh padanya. Grama yakin Lesta mendengar jelas pertanyaan, tetapi Grama tetap mengulanginya. "Si Ardi itu cowok yang kayak gimana?"
Tidak ada sorot mengejek dari mata bulat temannya, Lesta justru tersenyum, tetapi Grama merasa temannya itu mengejeknya.
Apa-apaan itu!
Grama semakin dongkol saja.
Kenapa bisa dia berteman dengan Lesta yang ayu begitu! Sedangkan dia barbar luar biasa! Untuk berpikir yang baik-baik saja susah rasanya.
Apalagi akhir-akhir ini ... Grama merasa dirinya semakin negatif saja.
Entah dia harus senang atau sedih dengan fakta itu, Grama merasa dia manusia paling nista di dunia.
"Dia laki-laki yang cukup sopan, dan tau cara menghargai perempuan." Akhirnya Lesta berujar. Tidak ada keraguan dari perkataannya, sehingga Grama bisa mempercayainya. Namun, Grama diam menunggu Lesta melanjutkan, tetapi gadis itu justru kembali menatap ponsel mahalnya yang dia genggam.
Apa-apaan!
"Itu doang?" tanya Grama mencoba sabar.
Lesta kembali menoleh. "Dia keren, laki-laki yang mudah akrab, tapi tau batasan." Lesta tersenyum lebar sampai pupil matanya mengecil.
Dalam hati, Grama berujar, "Sebagus itu ya, tuh cowok di mata Lesta."
"Kenapa mereka enggak pacaran aja!" batinnya dongkol juga.
Karena merasa Grama puas dengan jawabannya, Lesta pun bertanya, "Gimana dia?"
Grama diam meski tahu pertanyaan itu untuknya. Dia terlalu malas untuk kembali mengingat-ingat semua isi pesan Ardi yang bisa membantunya untuk menilai laki-laki itu. Toh, isinya lebih banyak membahas Lesta.
Saat tak mendapat jawaban, Lesta menepuk bahu Grama dengan pelan. "Kok, enggak dijawab."
Grama mendelik menatap tajam tangan yang berani menyentuhnya.
"Gimana apanya?" Grama balik bertanya.
"Ardi gimana?"
"Baik," jawab Grama singkat. Dia sengaja melakukannya agar Lesta berpikir bahwa dia tidak tertarik sama sekali membahasnya. Walaupun sebenarnya ....
KAMU SEDANG MEMBACA
No Crush No Love ✅
Teen FictionBukannya gue enggak percaya sama yang namanya kekuatan cinta, tapi apa gue mesti terlibat dalam menunjukannya? Apa bisa bawang merah kayak gue gantiin posisi putri keraton kayak Lesta? Mungkin bisa, kalau soal hati siapa yang, tau kan, ya Masalahnya...