"Biar cepet Grama."
"Enggak, gantian aja."
"Emang kenapa sih?"
Grama menatap datar Lesta yang menatapnya dan Ardi bergantian.
"Lo mau gue tikung apa gimana?" tanya Grama dengan ambigunya.
"Tikung?" Bukan, bukan Lesta yang bertanya tetapi Ardi yang kini memicingkan matanya.
"Ya iyalah! Masa gue harus jadi makmum lo! Kan, harusnya Lesta duluan."
"Eh? Emang gue bilang kalian harus berjamaah ya?"
F**k! Kenapa Grama kepedean gitu ya? Pertanyaannya Lesta benar-benar menamparnya.
Ardi terkekeh begitu melihat Grama salah tingkah. Lesta bahkan menoleh pada pacarnya itu.
Apa yang lucu, batinnya.
Dipandang begitu oleh Lesta membuat Ardi berdeham mencairkan suasana.
Astagfirullahaladzim, batinnya.
Entah kenapa tingkah Grama terlihat lucu di matanya.
Kecanggungan itu pun semakin menjadi saat Grama mengajak Ardi memasuki rumahnya.
"Les, lo ikut masuk juga deh. Buka pintunya lebar-lebar. Gue mau sholat di kamar, itu sajadah ada kok di meja TV." Setelah mengatakan itu Grama ngacir ke kamarnya.
Lesta mengerutkan keningnya saat melihat Ardi yang terlihat hapal dengan letak kamar mandi di rumah Grama. Semakin terpaku saat Ardi juga dengan luwesnya menghamparkan sajadah di ruang tamu.
Kebingungan Lesta tidak hanya sampai di situ. Gadis ayu itu semakin terkejut begitu Grama membawa mi saat kembali bergabung dengannya. Namun, bukan itu yang membuat Lesta terpaku, tetapi perkataan Ardi lah yang mengingatkan Grama tentang persistiwa yang tidak diketahui Lesta.
"Masih aja ya, makan mi."
"Iya nih, lo tau lah. Gue mah enggak sekaya lo dan Lesta."
"Merendah terus."
"Siapa yang merendah sih, lo kan tau juga."
Perkataan Grama itu sangat ambigu di telinga Lesta. Seolah Grama dan Ardi telah melewati banyak hal tanpa diketahuinya.
"Les, mau gak?" tawar Grama, "tapi buat sendiri, ya," lanjutnya dengan tawa lepas yang sama sekali tidak ditanggapi Lesta.
Gadis itu justru menarik bukunya, dan mulai menekuri tulisan-tulisannya meski tidak benar-benar membacanya.
"Gue enggak ditawarin, nih?" tanya Ardi.
"Enggak, soalnya gue tau lo pasti mau," jawab Grama yang membuat keduanya tertawa.
Obrolan itupun berlanjut sambil Grama menghabiskan mi nya.
Mereka tidak menyadari perubahan wajah Lesta.
"Gue mau pulang."
Sontak Grama dan Ardi menatap Lesta.
Ardi yang baru menyadari perubahan raut wajah Lesta pun memikirkan apa kiranya kesalahannya. Namun, dia tidak menemukannya.
Pun Grama, gadis itu hanya membantu Lesta membereskan bukunya. "Lain kali jangan belajar di rumah gue lagi, ribet guenya." Niat hati bercanda, tetapi tak disangka Lesta justru sangat serius membalasnya. "Enggak akan." Begitulah ujarnya.
Grama pun menatap temannya, dan baru menyadari perubahan raut wajah Lesta. "Gue bercanda Les, lo jangan marah."
Lesta hanya mengangkat bahunya dan berjalan begitu saja menghampiri motor Ardi.
Ardi sempat menatap Grama sebelum menghampiri Lesta.
"Hey, kenapa?" tanyanya.
"Mau pulang." Lesta membuang muka, dan Ardi memilih tak membahasnya dulu, setidaknya sampai Lesta dapat diajak bicara.
D cukup menyebalkan untuk beberapa hari, sorry to Ardi, and Thanks for A
I wish the best for you, guys
KAMU SEDANG MEMBACA
No Crush No Love ✅
Teen FictionBukannya gue enggak percaya sama yang namanya kekuatan cinta, tapi apa gue mesti terlibat dalam menunjukannya? Apa bisa bawang merah kayak gue gantiin posisi putri keraton kayak Lesta? Mungkin bisa, kalau soal hati siapa yang, tau kan, ya Masalahnya...