Hebatnya gue, udah tau bakalan jatuh, udah tau bakalan rapuh, masih aja berusaha kukuh
'Gramatika'Grama masih memikirkan jawaban Ardi mengenai pertanyaannya. Satu yang Grama yakini, Ardi sebenarnya menunggu kepastian dari Lesta.
Mungkin dia hanya ingin tau reaksi Lesta saat dia meminta nomor gadis lain padanya? Itu lah yang diyakini Grama sebagai alasan terkuat yang membuat Lesta sampai memberikan nomornya.
Mungkin Ardi mau melihat apa Lesta akan cemburu atau apa? Itulah alasan kedua yang dipikirkan oleh Grama.
Namun, nahasnya Lesta justru memberikan nomornya.
Sebenarnya, Grama itu sebal pada Lesta. Gadis itu bersikap baik-baik saja, padahal Grama tau jika Lesta itu memiliki rasa.
Memang perlu ditatar yang namanya Lesta itu!
Lihatlah sekarang, gadis ayu itu bisa-bisanya bercanda dengan laki-laki di kelasnya. Yang tomboi itu Grama, tetapi yang dikelilingi laki-laki itu Lesta. Sebenarnya, Grama itu dongkol juga ... masalahnya Lesta itu humbel-nya, nyaris mendekati sifat playgirl tau, gak?
Teman laki-lakinya banyak, Grama saja tidak bisa menghitungnya saking banyaknya. Namun, jika teman laki-laki yang dekat dengannya di Jogjakarta ... Lesta sama sekali tidak memberitahunya meski terkadang bercerita itu pun hanya mengatakan inisialnya saja ... seperti teman laki-lakinya itu harta karun yang berharga, lagipula Grama juga tidak sekepo itu dengan hubungan yang dijalani Lesta, tetapi kali ini berbeda ... saat Lesta yang baru pindah mengenalkannya pada laki-laki yang dikenal gadis itu saat di Jogjakarta.
"Argh! Tau lah!" desah Grama pusing juga. Dia kesal jika mulai memikirkan laki-laki. Baginya hidup tanpa hubungan dengan laki-laki itu lebih aman untuknya. Dia tidak perlu diribetkan dengan yang namanya, suka, rasa ingin memiliki, rindu yang tidak jelas, cemburu, atau apa pun itu. Dia tidak suka!
"Kenapa?"
"Astaga!" Grama mengelus dadanya, sejak kapan Lesta kembali ke sisinya? Pikirnya.
Bukannya merasa bersalah Lesta justru tertawa. "Kenapa lo?"
"Kepo!" judes Grama yang lagi-lagi ditanggapi tawa Lesta. Bikin iri aja tawanya! Grama mencebikkan bibirnya.
"Ama," panggil Lesta.
Grama menoleh dengan wajah dongkolnya. "Apa?" Tidak ada kesan manis yang diberikan Grama jika itu menyangkut Lesta, baginya Lesta itu sudah saudaranya. Jadi, suka-suka dia mau bagaimana.
"Minta pendapatnya dong."
"Tentang?"
"Sahabat jadi cinta."
Sontak salah satu alis Grama terangkat. Udah sadar dia? Batinnya. Grama berpikir jika sahabat jadi cinta yang dimaksud Lesta itu ada hubungannya dengan hubungan Lesta dan Ardi.
"Bukan hal baru lagi gue pikir." Grama tersenyum mengejek. "Suka sama siapa lo?" Dalam hati Grama berharap Lesta mengatakan kejujuran bahwa gadis itu suka pada Ardi yang telah dikenalkan pada Grama.
"Enggak lagi suka sama siapa-siapa." Sayangnya Lesta masih saja menyangkal. "Gue tanya aja."
"Ngaku aja deh!" Grama bersikeras. Dia masih yakin bahwa Lesta itu suka pada Ardi.
"Ih enggak, enggak ada yang gue suka." Lesta membuang muka.
Ck, dari tingkahnya saja Grama semakin yakin. "Jujur aja."
Karena Lesta tidak berniat menanggapinya, Grama pun kembali berujar, "Istilahnya, kalau ada yang deket kenapa harus sama yang jauh. Itu kalau sahabat jadi cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
No Crush No Love ✅
Fiksi RemajaBukannya gue enggak percaya sama yang namanya kekuatan cinta, tapi apa gue mesti terlibat dalam menunjukannya? Apa bisa bawang merah kayak gue gantiin posisi putri keraton kayak Lesta? Mungkin bisa, kalau soal hati siapa yang, tau kan, ya Masalahnya...