Grama mendelik sebal. Usianya yang sudah tidak muda tidak sedikit pun membuat orang tuanya menuntut apa-apa padanya, termasuk soal menikah. Namun, kenapa dua manusia di depannya ini rempong sekali, ya?
"Gue enggak suka, dan enggak cinta. Apa sih, gue sibuk." Grama tetap kukuh pada perkataanya itu.
"Dulu juga gue bilang gitu, tapi liat gue sekarang?" Lesta mengelus perutnya dan tersenyum pada Ardi yang duduk di sebelahnya.
"Ya itu beda lah!" tolak Grama, "dulu itu lo denial, kalau gue ya emang enggak ada rasa beneran!"
"Coba aja dulu berduaan."
Ini Ardi apaan banget ya.
Membuat Grama semakin kesal saja, apalagi saat Lesta tersenyum lebar merasa Ardi dipihaknya.
"Berduaan-berduaan," cibir Grama, "ogah! Ngapain! Nanti ditemenin setan," deliknya sebal.
"Ya makannya langsung aja halal."
"Apa sih, Les! Gue enggak suka! Lo budek?"
"Denial!""
"Gue enggak!"
"Lo, iya!"
"Kok nyebelin." Grama memicing, tangannya terlipat di atas meja menatap tajam gadis—eh, bukan ... wanita di depannya.
"Grama, Pak Reo itu cocok sama lo, dia tuh suka banget sama lo. Coba deh, lo buka hati buat dia."
"Lesta," tekan Grama, "kenapa lo jadi ribet banget urusin gue? Gue itu enggak suka sama dia, enggak naksir."
"Tapi ...."
"Kalau lo enggak ngerti bahasa Indonesianya, gue kasih tau bahasa Inggrisnya. I have no crush, no love. Paham, kan?"
"Gr ...."
"Gue bukan lo, Lesta," tekan Grama, "kita enggak akan pernah sama." Kali ini Grama melirik Ardi. "Lo tau itu kan, Ar?" tanyanya.
"Apa?" Ardi mengernyitkan keningnya.
Astaga!
Grama merotasikan matanya. "Lo deketin gue buat bisa baik-baik aja saat sama Lesta ...."
"Gue enggak," potong Ardi dengan paniknya.
Grama terkekeh melirik Lesta yang kini menatap Ardi yang menatapnya dengan tatapan memohon. "Lo iya, Ar. Lo iya," ujar Grama. "Nyatanya lo enggak baik-baik aja tiap deket Lesta, lo mau dia, tapi lo takut nyakitin dia."
Lesta menatap Grama, dan Grama hanya melempar senyum tipis padanya sebelum menatap Ardi dengan tatapan menantangnya.
"Nyatanya rasa takut lo itu kalah sama rasa sayang lo sendiri. Lo baru yakin sayang sama Lesta dan mau milikin dia saat lo enggak nemuin sosok Lesta di cewek lain, termasuk di gue. Itu cinta, kan?"
"Sayangnya, itu sebenernya bukan sikap yang baik ... enggak perlu libatin orang lain buat ngerasa yakin, harusnya lo gitu," lanjut Grama.
"Kenapa? Karena gue sempet kecewa."
Melihat Lesta dan Ardi terdiam, Grama pun kembali berujar, "Gue ngerasa enggak pantes aja di antara kalian berdua, dan kalian kayak mainin gue juga."
"Grama ...."
"Iya tau, Les. Gue salah," sela Grama, "gue terlalu ikut campur sama hubungan kalian berdua, gue yakin lo suka sama Ardi, tapi gue malah mikir yang enggak-enggak."
"Mikir yang enggak-enggak?" Ardi memicingkan matanya.
Grama menghembuskan napasnya. "Jangan kepedean, lo," ancam Grama sebelum menatap Lesta. "Gue awalnya kira gue suka sama Ardi. Gue juga sempet kode—enggak, gue sempet kirim chat soal perasaan gue juga ke dia."
Lesta langsung menegakkan tubuhnya. Begitupun dengan Ardi. Melihat reaksi keduanya, Grama kembali merotasikan matanya. "Tapi enggak, gue kan enggak baperan," lanjut Grama dengan muka songongnya.
"Yahh," desah Lesta yang membuat Ardi menoleh heran.
"Kenapa Mah?" tanyanya.
"Enggak seru, Mamah kira Grama bakal jadi orang ketiga."
"Astagfirullahaladzim." Grama dan Ardi kompak mengelus dadanya.
"Bumil muda gitu, ya?" Grama menggeleng dramatis melirik Ardi yang memijat keningnya.
Saat ini
Grama tersenyum puas saat menuliskan satu kata terakhir dalam cerita yang dibuatnya
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
No Crush No Love ✅
Teen FictionBukannya gue enggak percaya sama yang namanya kekuatan cinta, tapi apa gue mesti terlibat dalam menunjukannya? Apa bisa bawang merah kayak gue gantiin posisi putri keraton kayak Lesta? Mungkin bisa, kalau soal hati siapa yang, tau kan, ya Masalahnya...