Gini Ya

17 9 5
                                    

Katanya memandang doang bisa timbul perasaan. Kalau boncengan, makan berduaan, dan ngobrol nyerempet curhat-curhatan itu bisa-bisa timbul apaan? Mikir kawan! Jangan asyik ngelak perasaan!
'Gramatika nyindir temennya'

"Lo pulang aja."

"Enggak, gue tunggu lo di sini." Ardi naik kembali ke atas motornya. Tidak menghiraukan perkataan Grama yang memintanya pulang saja.

"Gue bakal lama, Ar." Grama mengernyit tak suka.

"Gue tunggu," kukuh Ardi.

Grama berdecak. "Lo balik aja ke kafe, temenin Lesta."

"Lesta palingan udah pulang," ujar Ardi yakin.

"Sok tau."

"Tau dong, harusnya juga lo tau kalau Lesta bukan cewek yang suka nunggu."

Grama mengatupkan bibirnya. Melupakan fakta itu, dan tersadar dengan siapa dirinya berbicara.

Tentu saja Ardi lebih tau siapa Lesta dari pada dirinya.

"Lagian Lesta enggak akan suka kalau gue enggak anterin lo sampai rumah. Jadi, lo santai aja. Gue tunggu."

Niat Ardi mengatakan itu agar Grama menurut padanya, toh dia mengantar Grama sampai rumah atau tidak, Lesta tidak akan tau juga ... jika salah satu dari mereka tidak ada yang memberi tahunya, dan Ardi cukup mengenal Lesta ... gadis itu tidak akan kepo jika dia tidak bercerita.

Senyum laki-laki itu pun mengembang merasa berhasil karena Grama kini melangkah menjauhinya.

Dia tidak tau saja bahwa Grama melangkah menuju rumah temannya bukan karena menurut padanya, tetapi sudah mulai malas jika Ardi membawa-bawa Lesta.

Mengetuk pintu, tak lama muncullah seseorang dari dalam rumah.

"Nih, bukunya. Thanks, udah beli, ya." Grama menyodorkan buku novel yang dia perjual belikan pada gadis berkaca mata yang tersenyum lebar menyambutnya.

Sampai mata di balik frame itu menangkap sesuatu yang asing dari arah gerbang rumahnya.

Grama yang mengikuti arah pandang temannya itu pura-pura tidak mengerti saat mendapat tatapan bertanya.

Fitria—gadis yang menjadi pelanggan setia, sekaligus teman Grama itu tersenyum jahil pada Grama. "Lo hutang cerita," ujarnya dengan ekor mata menatap Ardi yang memperhatikan interaksi mereka.

"Hutang cerita apa," elak Grama, "bayar novelnya udah di transfer, kan?" tanya Grama mencoba mengalihkan fokus temannya dengan menghalangi pandangan Fitria dari Ardi yang dibelakanginya.

"Udah," sahut Fitria dengan raut menahan tawanya. "Geli banget liat lo salah tingkah," lanjutnya menggoda Grama.

"Salah tingkah apaan!" Grama mengusap hidungnya yang mana malah membuat Fitria tertawa.

"Mau masuk, gak? Bawa cowok lo sekalian? Gue sediain tempat buat lo kencan," tawar Fitria dengan nada menggodanya.

"Gue langsung cabut, deh. Ketemu nanti di sekolah. Sekali lagi thanks, ya." Gerah dengan kelakuan temannya, Grama pun cepat-cepat berpamitan.

Setelah itu Grama mengambil langkah cepat meninggalkan Fitria yang puas menggodanya. "Lo hutang cerita!" teriak Fitria yang masih dapat di dengar Grama.

Ternyata Ardi pun mendengarnya. "Cerita apa?"

"Spoiler novel," sahut Grama sekenanya. Tidak mungkin kan jika dia mengatakan yang sesungguhnya. "Ayo pulang," ajaknya menaiki seat penumpang.

No Crush No Love ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang